Kamis, 31 Oktober 2013

OBJEK WISATA GUNUNG RAYA KERINCI > HUBUNGI "PENCAGURA" +6281366319255 (kami siap membantu anda)

BENTENG DEPATI PARBO
AIR TERJUN NYAI MAEH KUPAK
AIR TERJUN SELUANG BERSISIK EMAS
TAMAN DEWA GUNUNG KUNYIT
KANTONG SEMAR







































































































































































 



































MAKAM SIGITAN & MAMPADO

GUNUNG BELERANG (KUNYIT)
SUNGAI MANJUTO
DANAU DUO
DANAU NYALO
DANAU LINGKAT

DANAU KACO





Jumat, 09 Desember 2011

OPERASI KALI BERSIH BERSAMA SEKDA KERINCI



Dokumentasi PENCAGURA (Kelompok Pecinta Alam Gunung Raya) dalam rangka kegiatan Operasi Kali Bersih di Sungai Lempur Kecamatan Gunung Raya, dan sekaligus penaburan Bibit/Benih Ikan yang sumbangkan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) sebanyak 6000 ekor. penaburan secara simbolis yang dilakukan oleh Bapak SEKDA, Camat Gunung Raya, Ketua Adat Lekuk 50 Tumbi dan Tokoh Masyarakat.

selama ini dapat juga, kita ketahui yang pada dasarnya masyarakat lempur sering membuang sampah/sarap di dalam sungai tersebut. maka bisa mengakibatkan bencana banjir yang dikarenakan sampah terlalu banyak menyumbat atau menghambat aliran sungai tersebut.

Dengan adanya acara Operasai Kali Bersih tersebut kami menghimbau kepada seluruh masyarakat lempur agar tidak membuang sampah di dalam aliran sungai tersebut, dan kami kelompok pecinta alam gunung raya (PENCAGURA) mangajak masyarakat untuk mencintai alam dan lingkunagan kita.


Terima kasih kami Ucapkan Kepada PEMDA setempat karena telah membantu kami dalam kegiatan Operasi Kali Bersih yang bertemakan "CINTAILAH ALAM KITA" baik dari Kosumsi, Bibit Ikan dan Kehadiran Bapak SEKDA di lokasi.. *** MHD. ZAID

Selasa, 06 Desember 2011

KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN ALAM LEKUK 50 TUMBI LEMPUR


KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN
ALAM LEKUK 50 TUMBI LEMPUR


Setelah gelar Seko Depati Anum dan Gelar Seko Depati Agung dibawa ke Lempur, dan setelah selesai peresmiannya, Depati Agung pun mengadakan musyawarah dan rapat adat untuk membentuk pemerintahan dalam wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur. Dinamakan Lekuk 50 Tumbi Lempur karena pada waktu Mampado Gelar Depati Agung dan Depati Anum memembentuk pemerintahan sendiri sebagai pemekaran dari wilayah Tanah Rencong Telang Pulau Sangkar, jumlah keluarga yang ada dalam wilayah Lempur adalah sebanyak 50 Tumbi.

Bersamaan dengan itu Depati Agung dengan kekuasaan yang telah didapatnya membentuk Depati-Depati pula di dalam wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur dengan perincian sebagai berikut. Depati dan sepuluh, ninik mamak nan berenam dan Lantak Depati Agung, cermin Depati Sukobrajo dan Karang Setio Dapati Anum. Gelar Depati Agung dan Depati Anum tetap disandang oleh Mampado sedangkan gelar Depati Suko Berajo diberikan kepada Siak Mengkal (Depati Mampado mulai jadi). Siak Mengkal juga sering disebut dengan Depati Suko Berajo Pandak.
Depati nan sepuluh ini dibagi pula menjadi dua bagian yaitu Depati nan berenam untuk Lempur bagian Mudik dan Depati nan berempat untuk Lempur bagian Hilir, ninik mamak yang berenam juga dibagi dua yaitu 3 untuk Lempur bagian hilir dan 3 untuk Lempur bagian mudik. Penyusunan pemerintahan dalam lembaga mangku bumi Daulat Lekuk 50 Tumbi Lempur berlanjut secara terus menerus. Anak negeri yang sudah dianggap pantas untuk diikutkan dalam pemerintahan diberi gelar depati. Gelar depati tersebut ada yang dituntut sendiri oleh pewaris gelar baik yang berasal dari Pulau Sangkar, maupun yang berasal dari Tamiai dan Serampas. Pengangkatan Depati juga diikuti dengan pengangkatan kemerkan (kembang rekan depati) dan ninik mamak sebagai pembantu depati.
Bersamaan dengan itu Depati Agung dengan kekuasaan yang telah didapatnya membentuk Depati-Depati pula di dalam wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur dengan perincian sebagai berikut. Depati dan sepuluh, ninik mamak nan berenam dan Lantak Depati Agung, cermin Depati Sukobrajo dan Karang Setio Dapati Anum.

Depati nan sepuluh ini dibagi pula menjadi dua bagian yaitu Depati nan berenam untuk Lempur bagian Mudik dan Depati nan berempat untuk Lempur bagian Hilir, ninik mamak yang berenam juga dibagi dua yaitu 3 untuk Lempur bagian hilir dan 3 untuk Lempur bagian mudik.

Depati nan berenam untuk Lempur Mudik, ditarik ke Lempur ada yang dengan istilah ‘bungo sekaki kembang duo’ dan ada pula yang digilir menurut alur dan patut antara Lempur dan daerah Serampas, gelar depati tersebut adalah:

A. Depati berenam dari Serampas

1. Depati Serampas
2. Depati Ketau
3. Depati Naur
4. Depati Karamo
5. Depati Payung
6. Depati Pulang


B. Depati berenam dari Pulau Sangkar, gelar depati yang dibawa dari Pulau Sangkar sama seperti yang dibawa dari Serampas, ada yang bungo sekaki kembang duo dan ada pula yang sandang bergilir antar dua negeri, gelar depati yang berenam dari Pulau Sangkar yaitu:

1. Depati Telago
2. Depati Anggo
3. Depati Kerinci
4. Depati Sangkar
5. Depati Belinggo
6. Depati Gung

Ninik Mamak yang tiga untuk Lempur Mudik adalah :
Kedemang Sri Memanti
Manggung Sri Menanti
Seri Paduko Rajo

Depati nan berempat untuk Lempur Tengah ialah:
Depati Suko Brajo (dari Pulau Sangkar)
Depati Mudo (dari Lolo)
Depati Nalo (dari Serampas)
Depati Muncak (dari Tamiai)

Ninik Mamak yang tiga untuk Lempur Tengah adalah :
Rajo Depati
Rajo Bujang
Rajo Mangkuto Alam.

Disamping depati dan sepuluh, ninik mamak nan berenam ada lagi depati-depati dan ninik mamak yang lain sebagai kemerkan (kembang rekannya). Kemerkan ini mempunyai hak suara atas nama depati atau ninik mamak dengan kata adanya juga ada hak memakin habis dan mengerat putus. Daerah kekuasaan Depati dan Ninik Mamak yang tersebut di atas adalah di seluruh wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur.

Peresmian dari Depati nan sepuluh dan Ninik Mamak nan berenam ini, sebagai badan pemerintahan dengan Pucuk Pimpinannya Depati Agung sebagai lantaknyo (Lantak nan tak goyah), Depati Suko Berajo sebagai cerminnyo (cermin yang dak kabur), dan Depati Anum sebagai karang setio (mangkok karang setio),

Pelantikan dan peresmian pemerintahan Alam Lekuk 50 Tumbi Lempur juga dihadiri oleh Depati Empat Alam Kerinci. Diwaktu itu Kerinci adalah gabungan III Helai Kain yaitu:

Depati Muara Langkap
Depati Rencong Telang
Depati Biang Sari.

Gabungan lainnya adalah Delapan Helai Kain, dan gabungan ini adalah pecahan dari Depati Atur Bumi di Hiang,yang biasa disebut tiga di Hilir empat Tanah Rawang dan tiga di Mudi empat Tanah Rawang. Kedua gabungan ini juga dikenal Depati Empat Alam Kerinci.

Pada peresmiannya Depati Nan Sepuluh dan Ninik Mamak nan Berenam dalam Lekuk 50 Tumbi Lempur, depati-depati yang tersebut di atas tadi dapat pula mengesahkan bahwa: dalam Lekuk 50 Tumbi Lempur berdiri daulat pemerintahan dengan Pucuk Pimpinannya Depati Agung.
Disamping dibentuk pula ketua pemerintahan setempat (dusun-dusun), seperti: Untuk Lempur Mudik ialah Depati Anum dan untuk Lempur Hilir adalah Depati Suko Berajo.

Di samping itu Depati Anum dan depati-depati lainnya dapat menuangkan peraturan dan udang-undang dalam negeri, antara lain:


A. PENGANGKATAN DEPATI

Depati diangkat dalam kerapatan adat yang dihadiri oleh Anak Jantan dan Anak Betino dengan Catatan yang ada warisnya (keturunannya) saja yang dapat diangkat.

Juga diterangkan bahwa jika seseorang telah pernah menjabat gelar depati maka ia tidak berhak lagi untuk menjabat gelar tersebut, terkecuali kalau sudah sampai gilirannya, itulah yang disebut dalam pepatah adat Seko nan bagile sandang nan baganti, suko ngapit suko ngadong. Peresmiannya untuk depati-depati tersebut dilakukan waktu Kenduri Seko atau Kenduri Adat, dengan memotong kerbau seekor, beras seratus.

B. SYARAT-SYARAT MENJADI DEPATI:

1. SIMBA IKOUNYO

Artinya: kembang ekornya. Ibarat ayam jantan yang akan berlaga di gelanggang, ia mengembangkan ekornya sewaktu akan menyerang. Tidak kuncup ketakutan. Jadi yang diangkat jadi Depati itu adalah orang yang gagah berani menegakkan kebenaran, dia berani berkorban, berani menyabung nyawa.

2. NYARING KUKOKNYO

Artinya: perintah dipatuhi, nasehat dituruti. Pandai berbicara, pintar berbahasa. Cerdik cendikia, berpikiran luas, Dulu tidak melintang tapak, kedian tidak memijak tumit. Tahu ireng dengan gendeng, tahu tahan yang menimpa, tahu ranting yang melecut, arif bijaksana.

3. RUNCING TAJINYO

Artinya: tegas dan tangkas, berilmu dan berpengetahuan, teratur dengan perbuatan, banyak bekerja dari berbicara. Berpandangan jauh, berwibawa dan berwatak dalam kepemimpinan
.
4. KEMBANG KEPAKNYO

Artinya: berlaku adil dalam memutuskan perkara. Tidak memihat pada siapa pun, tidak berat sebelah dalam menghakimi. Tibo dimato tidak dipicingkan, tibo di perut tidak dikempiskan. Tidak menegak benang basah, tidak menohok kawan seiring, tidak bersembunyi dalam lipatan. Dengan sayapnyo yang kembang, dia harus melindungi segala kebenaran. Pandai membagi dan mengiro, tahu raso dan pareso.

5. LAPANG DADONYO

Artinya: buruk dan baik diterima dengan hati terbuka berlapang dada. Tidak pemarah, tidak pula menunduk. Semua harus bisa diselesaikan dengan baik, dengan bijaksana dan dengan kerarifan. Tidak ada kusut yang tak terselesaikan, tak ada keruh yang tak terjernihkan.

6. NYALANG MATONYO

Artinyo: setiap saat meneliti kondisi dan situasi dalam negeri. Datang siang datang malam, mengetahui larek yang berjejer, balai dan rami, mengetahui pematang nan belantak. Dia harus tahu segala sesuatunya di lorong kampong.

7. GEDANG PARUHNYO

Artinya: tempat berunding, tempat meminta nasehat dan tempat mengadu. Suka mengajak suka diajak untuk segala kebaikan. Selalu mempelajari alam dan sesuatu untuk menambah pengetahuan dan ilmu. Sanggup mengisi adat menuang lembago. Patuh pado peraturan, menurut kehendak orang banyak. Memerintah menurut jalan yang telah diatur.

8. KUAK KAKINYO

Aritnya: sehat badan sehat pikiran, kalau boleh kuat pula ekonominya. Sehat rohani sehat jasmani. Dengan arti lain cacatnyo kecik sekali, sehingga dio akan dapat memerintah anak negeri dengan baik dan sempurna, karena masalah pribadinya sedikit sekali.

9. BINTIK BULUNYO

Artinya: ayam berbulu bintik dimaksudkan berasal dari keturunan yang jelas, berasal dari keturunan dan keluarga yang baik. Jelas asal-usul, jelas alou dan patut yang nak diturut. Disamping itu, baik klakunyo, baik budinyo, dan juga gagah tampangnyo.


Itulah syarat-syarat jadi depati. Syarat itu sering tidak tertulis, namun harus dipatuhi. Dari mana asal-usul orang yang diangkat jadi Depati itu, ada dalam naskah kuno, dan silsilah keturunan. Walaupun tidak tertulis secara langsung, namun, setiap orang tahu bahwa orang yang akan dinobatkan itu adalah keturunan yang berhak menerima gelar tersebut. Pepatah mengatakan: ilang tambo ilang pusako, ilang tutou ilang sko. Artinyo: dari tambo-tambo atau naskah kuno itulah diperoleh keterangan asal-usul orang yang diberi gelar itu.



B. PEMECATAN DEPATI

Pemecatan seorang depati karena melanggar Larangan Depati, dilakukan dengan mengadakan rapat depati. Depati nan berempat oleh rapat depati nan berempat., Kemudian baru naik ke rapat depati Nan Sepuluh. Depati nan berenam dipecat oleh depati nan berenam kemudian naik ke rapat Depati nan Sepuluh.


C. LARANGAN DEPATI

1. Gedang berlaku kecik.

Artinya ialah seorang depati yang melakukan pekerjaan yang tidak baik seperti: berjudi, berzina dan lain-lain.

2. Gung gedang duo suaro.

Artinya seorang depati yang tak lurus juga sering disebut lain di mulut, lain di hati, menuhuk kawan seiring, menggunting dalam lipatan dan telunjuk lurus kelingking berkait.

3. Penjait duo lubang.

Artinya seorang depati yang tidak lurus

4. Memancong bayang-bayang, menikam kersau.

Artinya seorang depati yang suka mengadu doma dan membuat fitnah dalam negeri.

Dan ada lagi yang lain-lain, kalau larangan dilanggar, depati tersebut dipecat dari jabatannya, juga dapat diangkat kembali kalau dia telah memenuhi syarat kembali dengan memotong kerbau seekor dan beras seratus.

D. KEWAJIBAN DEPATI DAN NINIK MAMAK

1. Memasuk petang mengelua pagi. Artinya depati/ninik mamak memelihara anak kemenakan jantan dan batino.

2. Mengadakan penyelesaian jika ada perselisihan antara anak kemenakan baik anak jantan maupun anak betino.

3. Meajum mearah anak kemenakan anak jantan dan anak batino.


E. KEWAJIBAN ANAK KEMENAKAN

Kewajiban anak kemenakan dan anak jantan dan anak batino, sebagai tersebut dalam petanyanya seperti dibawah ini:

1. Penakan berajo ke mamak (tungganai)

2. Mamak barajo ka ninik mamak

3. Ninik mamak barajo ka depati

4. Depati barajo dengan bena

5. Bena berajo dengan alua (musyawarah)

Dalam pepatah yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap anak kemenakan harus menghormati depati dan ninik mamak, dan kekuasaan tertinggi terletak pada Alua yang artinya Musyawarah.

F. PERATURAN-PERATURAN

Yang berkenaan dengan Pengadilanini terdiri dari tiga tingkatan, juga disebut Seko Tigo Takah, yaitu;

1. Rapat Tengganai (suku)

Kalau terjadi suatu perkara harus diselesaikan lebih dahulu dengan kerapatan Suku atau Tengganai,

2. Jika tidak ada penyelesaian baru dibawa ke Rapat Ninik Mamak

3. Bila rapat Ninik Mamak juga tidak dapat menyesaikannya, maka perkara tadi dibawa ke Rapat Depati

Juga disebut sebagai “berjenjang naik bertakah turun”.

Disamping ini ada lagi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan Meh (uang hangus). Meh itu terdiri dari enam tingkatan, juga disebut Meh nan enam tingkat, yaitu

1. Meh Sebusur, apabila air belum beriak, daun belum bergoyang, perkara masih di tengah rumah, perkara baru diketahui satu pihak. Perkara ini diselesaikan oleh tengganai (mamak rumah) pihak wanita saja. Perkara ini menghanguskan beas sepnggan ayam seekor. Artinya yang berperkara menyediakan makanan untuk tengganai tersebut.

2. Meh Sekundi, apabilaair sudah beriak, daun sudah bergoyang, persengketaan suah diketahui pula oleh pihak laki-laki. Perkara tersebut diselesaikan tengganai kedua belah pihak, juga menghanguskan beras sepinggan ayam seekor.
.
3. Mas sepeti, takkala kusut akan diselesaikan, keruh akandijernihkan oleh Ninik Mamak (kepala kaum). Perkara ini menghanguskan beras dua puluh kambing seekor. Artinya apabila perkara sudah sampai ke tangan kepala kaum, maka yang memperkarakan harus menyembelihkan seeor kambing, memberi makan beberapa orang adat.

4. Mas sekupan, disebut juga mas malin tobat, ialah perkara yang diselesaikan oleh alim ulama. Misalnya urusan perkawinan, rujuk, talak, danurusan keagamaan lainnya. Perkara ini disebut naik mesjid turun mesjid, berbuka berbentang kitab, memisahkan yang sah dengan bata., halal dengan haram, benar dengan salah. Penyelesiaannya dengan membayar uang lima kupang. Satu kupang sama dengan Rp.0.50.

5. Mas lapik sait, apabila keris dihunus, pedang akan dicabut, perang akan terjadi, pegang dubalang , menghanguskan beras seratus kerbau seekor.

6. Mas seemas, disebtu jug mas rajo mas jenang, apabila perkara diselesaikan oleh Depati sebagai pengadilan tertinggi. Penyelesaiannya dengan menghangurskan beras seratus kerbau seekor.

Jadi jenjang penyelesaian perkara menurut adat adalah tengganai satu pihak, tengganai kedua pihak, Ninik Mamak atau Alim Ulama dan Depati.
Penyelesaian perkara dengan cara:

Salah pauk luka dipampas, yaitu membayar ongkos pengobatan.
Salah bunuh mas dibangun, yaitu membangun keluarga yang dibunuh, dengan cara mengorbankanharga benda yang membunuh untuk pengobat hati orang yang ditimpa musibah.

Salah pakai dipelulus, yaitu mengembalikan barang yang dicuri.
Salah makan dimuntahkan, yaitu mengganti barang orang yang dicuri, dirusak atau yang dihilangkan.

Memberi maaf, itulah penyelesaian yang terbaik, dengan perjanjian yang besalah tidak berbuat kesalahan lagi.

Terlanjur surut, terlangkah mundur, duduk bermusyawarah atau berunding.

G. PINTU SALAH

Pintu salah itu terdiri dari 5 macam
 :
1. Salah perbuatan
2. Salah penglihatan
3. Salah penciuman/berita
4. Salah perkataan
5. Salah pendengaran.

Perlu diterangkan mengenai Pintu Salah ini yaitu yang dimakud dengan suatu larangan, jika seseorang melakukan seperti tersebut di atas mereka itu ditindak menurut sepanjang adat.


H. HUKUM KATA

Bagi masyarakat adat, terutama bagi mereka yang memegang adat, undang-undang dan hukum agama terdapat beberapa jenis kata yang mempunyai pengertian yang berbeda-beda dan menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :

1) Kata raja, kata berlimpahan

Maksudnya : tidak raja atau pemimpin adat mengandung kelimpahan untuk rakyatnya, bahkan pada setengah raja-raja zaman dahulu apa yang diucapkan raja itu merupakan undang-undang negara yang harus dipatuhi oleh rakyat biar : tujuannya baik atau buruk. Bagi seorang raja atau pemimpin yang adil kata-katanya tentulah untuk keselamatan rakyatnya tetapi bagi raja atau pemimpin yang lalim maka kata-katanya mengandung bencana bagi rakyatnya.

2) Kata bapak, kata pengajara

Kata-kata yang keluar dari seorang bapak baik, -- tidak saja bapak dalam pengertian khusus juga dalam pengertian umum – ialah kata yang berisi pelajaran dan nasehat, demi keberuntungan, kesejahteraan dan keselamatan anaknya dibelakang hari. Sebab itu janganlah seorang bapak memberi contoh teladan yang buruk kepada anak-anaknya sebab anak-anak akan berbuat sepuluh kali lebih buruk dari apa yang diperbuat bapaknya itu.

3) Kata mamak, kata pusaka

Perkataan seorang mamak (paman) yang baik tentulah menurut baris dan belebas sepanjang adat. Ia tidak akan menambah dan tidak akan mengurangi apa-apa yang tercantum dalam kata-kata adat.

4) Kata guru, kata petuah

Seorang guru tidak saja harus pintar memberi pelajaran tetapi juga semua tingkah laku, sepak terjangnya haru menjadi contoh teladan bagi masyarakat. Sebab seorang guru yang baik tidak saja menjadi guru dimuka kelas dihadapan muridnya melainkan juga akan menjadi guru dalam masyarakat yang lebih luas. Pekertinya, sikapnya, kebiasaannya, akhlakna, rumah tangganya juga harus menjadi ”guur” bagi masyarakat sekitarnya.

5) Kata penghulu, kata penyelesai

Dalam satu perselisihan atau pembantahan penghulu harus lekas tampik ke depan untuk menjadi juru pendamai atau menjadi penengah sehingga perselisihan itu tidak berlarut-larut. Lebih mudah memadamkan api yang masih kecil daripada aipi yang sudah berkobar-kobar.

6) Kata alim, kata hakekat

Ucapan-ucapan orang alim akan keluar berdasarkan firman-firman Allah SWT da hadis Nabi Muhammad SAW yaitu ke arah hidup perdamaian dan kesejahteraan di dunia dan akherat.

7) Kata pegawai, kata berhubung

Kata-kata yang disampaikan pegawai adalah pesan-pesan dan kata-kata yang diterimanya dari pihak atasannya. Dia hanya bertindak sebagai pembuluh menyampaikan.

8) Kata orang banyak, kata berbaluk

Kata orang banyak belum dapat diambil kebenarannya. Sebab setiap kepala akan satu pula yang akan dikatakannya. Yang sejengkal menjadi sehasta, yang sehasta menjadi sedepa, ditambah-tambah, diputar-putar sehingga maksudnya yang semula sudah samar dan keliru. Sebab itu kata orang banyak belum dapat diterima kebenarnnya dengan begitu saja, harus lebih dahulu di cek kebenarannya.

9) Kata hulubalang, kata menderas

Kata hulu balang (dubaang) ialah kata menderas. Kata-katanya pendek, tepat dan tegas menuju sasaranya, tidak banyak variasinya. Tetapi sungguhpun demikian mereka tidak boleh lalu lalang saja apalagi yang akan merugikan rakyat dalam segala segi. Sebab hulubalang (angkatan bersenjata) ialah pari pagar dalam negeri yang akan menjaga keamanan ke luar dan ke dalam. Mereka harus memegang disiplin sesuai dengan baris-baris atau peraturan yang sudah ditetapkan.

10) Kata permpuan, kata merendah

Sebagai seorang wanita yang ibarat sayap kiri bagi seekor burung janganlah ia berbicara melebihi dari yang sewajarnya. Sebab seorang perempuan (wanita) yang baih haruslah lebih banyak berbicara dengan tingkah laku yang lemah lembut, pekerti yang baik, dan tetap dalam sidat wanita lahir batin. Lebih baik bagi seorang manita yang sudah bersuami ia harus mematuhi kewajibannya terhadap suaminya menurut hukum yang wajar sepanjang adat dan syara’.


H. PEMBERIAN GELAR ADAT

Dalam kelembagaan adat di bekas kerajaan Pamuncak dan Tigo Kaum, terdapat dua jenis pengukuhan gelar adat:

1. Pengukuhan gelar adat seperti depati, biasanya dilakukan pada waktu kenduri adat (kenduri seko) masing-masing wilayah adat. Biasanya kenduri seko diadakan sesudah musim menuai padi, dan sebagai petanda awal untuk memasuki musim tanam padi berikutnya. Dalam acara adat tersebut terselip pula acara pemberian gelar adat seperti Depati dan Nenek Mamak kepada calon memangku adat khusus gelar-gelar adat yang masih tersangkut di tiang balai (gelar adat yang belum disandang oleh anak negeri). Gelar ini tidak dapat dibawa keluar, karena pemangku adat yang bersangkutan mempunyai wilayah tertentu, yang melapas pagi mengurung petang.

2. Pengukuhan gelar adat yang berasal dari silsilah adat Kerajaan Pamuncak nan Tigo Kaum, seperti gelar kesultanan, gelar mangku bumi dan gelar-gelar lain yang ada pada pemerintahan pada waktu itu.

3. Pemberian gelar adat terdiri dari dua macam, yaitu Pertama: pemberan gelar adat karena Pertalian Darah, artinya calon pemegang gelar adat berasal dari anak keturunan, atau pewaris sah suatu gelar adat (yang mempunyai alur dengan patut). Kedua: pemberian gelar adat karena Pertalian Budi, artinya gelar adat itu diberikan kepada orang yang berjasa dalam pembangunan masyarakat dan daerah, tetapi tidak berasal dari daerah yang berasangkutan.

Gelar adat yang dapat diberikan karena Pertalian Budi biasanya adalah gelar yang berasal dari adat lamo pusako usang, yaitu gelar-gelar yang ada pada Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, yang dapat dibawa keluar wilayah adat.

Gelar adat yang disandang karena Pertalian Budi hanya diberikan sekali kepada pemangku adat yang memenuhi persyaratan, kemudian apabila pemangku adat tersebut meninggal dunia atau meletakkan gelar adat tersebut maka gelar yang bersangkutan akan kembali disangkutkan di tiang balai (artinya kembali ke rumah gedang, yang nantinya dapat disandang kembali oleh orang lain).
 Ketiga, pemberian gelar karena pertalian akar, maksudnya yang terbang menumpu, hinggap mencengkam. Pewaris adat ini adalah dari baris yang sudah jauh atau dari belahan kaum yang bersangkutan dan menetap dikampung lain. Bila pemangku adat di daerah yang bersangkutan sudah benar-benar tidak atau sulit ditemui dikarenakan oleh sebab tertentu, maka gelar boleh diberikan kepada anak negeri pewaris adat yang tinggal ditempat lain, namun demikian harus juga melalui kesepakatan ninik mamak dan keluar dalam sepayung. Terakhir, keempat, pemberian gelar diberikan karena pertalian emas. Maksudnya bahwa pewaris adat ini tak berhak menerima gelar pusaka tetapi mungkin hanya dapat menerima warisan saja jika diwasiatkan kepadanya karena memandang jasanya.



































Lampiran 1.

BALAI NAN TIGO

I. BALAI PANJANG TANJUNG TILAN

Depati yang Marsal:
1. Depati Pulang
2. Depati Naur

Kemang rekannyo:
1. Depati Parbo
2. Depati Permai
3. Depati Mangku Guni
4. Depati Mudo Jumareh di Alang Balai
5. Depati Lubuk Meh

Nenek Mamak nan Marsal
1. Seri Paduko Rajo anak Lang Sawai Depati

Kemangrekannyo:
1. Pandika Rajo
2. Pandika Sutan
3. Panglimo Rajo
4. Pandika Alam
5. Rajo Alam
6. Mano Alam
7. Hulu Balang Pangulu Rajo
8. Nalo Depati


II. BALAI PENDAK TANJUNG MANUANG

Depati yang Marsal:
1. Depati Ketau
2. Depati Karamo

Kemangrekannyo:
1. Depati Suto
2. Depati Cayo Negeri
3. Depati Mudo Panjang Rambut

Nenek Mamak yang Marsal:
1. Demang Nanggung Seri Menanti

Kemangrekannyo:
1. Rajo Putih
2. Mangku Tiang Alam
3. Rajo Bendo
4. Rajo Tiang Alam
5. Rajo Dateh
6. Sanggo Depati


III. BALAI PELANGIN TANJUNG AGUNG

Depati yang Marsal (depati berenam):
1. Depati Payung
2. Depati Serampas

Kemangrekannyo:
1. Depati Unta
2. Depati Kecik
3. Depati Nanggong
4. Depati Nalo

Nenek Mamak yang Marsal:
1. Demang Seri Menanti

Kemangrekannyo:
1. Rajo Adat
2. Rajo Kecik
3. Sutan Kecik
4. Rajo Mudo
5. Rajo Bujang
6. Rajo Mangkuto
7. Ulu Balang Panglimo Rajo
8. Sutan Rajo Mangkuto
9. Tungkat Juang Depati

Kemangrekannyo yang Duo Balai nan Tigo Jenjang Depati Singo Lago anak depati berenam diatas.
Balai nan Tigo Jenjang nan tersebut diatas, Depati Pulang Jawa induk depati nan berenam.


ASAL DEPATI
ALAM LEKUK 50 TUMBI LEMPUR
I. Enam Depati dari Pulau Sangkar
1. Depati Kerinci
2. Depati Anggo
3. Depati Sangkar
4. Depati Suko Berajo
5. Depati Gung
6. Depati Talago

II. Enam Depati dari Serampas
1. Depati Pulang
2. Depati Naur
3. Depati Serampas
4. Depati Ketau
5. Depati Payung
6. Depati Karamo


DEPATI ALAM LEKOK 50 TUMBI LEMPUR

I. DEPATI LEMPUR MUDIK
1. Depati Anum
2. Depati Pulang
3. Depati Naur
4. Depati Ketau
5. Depati Singo Lago
6. Depati Nanggung
7. Depati Lubuk Meh
8. Depati Anggo
9. Depati Parbo
10. Depati Cayo Negaro
11. Depati Cayo Negeri
12. Depati Serampeh
13. Depati Mudo Panjang Rambut
14. Depati Permai
15. Depati Galinggo
16. Depati Kerinci
17. Depati Talago
18. Depati Muara Langkap
19. Depati Setio Seti.

II. DEPATI LEMPUR TENGAH
1. Depati Suko Berajo
2. Depati Mudo
3. Depati Muncak
4. Depati Nali
5. Depati Cayo Negaro
6. Depati Setio Nyato
7. Depati Setio Rajo
8. Depati Sangkar
9. Depati Birau
10. Depati Mangku Guni

III. DEPATI DUSUN BARU
1. Depati Agung
2. Depati Karamo
3. Depati Payung
4. Depati Kecik
5. Depati Unta
6. Depati Lubuk Meh
7. Depati Sanudo
8. Depati Terang
9. Depati Mudo Jumareh
10. Depati Nalo Alam Dua
11. Depati Suto
12. Depati Gung
13. Depati Permai

IV. DEPATI LEMPUR HILIR
1. Depati Sentel
2. Depati Lipan
3. Depati Nyato
4. Depati Suko Kerjo
5. Depati Kecik
6. Depati Karta Udo
7. Depati Ganding
8. Depati Singo
9. Depati Singo Lagaro
10. Depati Gung
11. Depati Nanggong
Lampiran 2.
Lampiran 3.
HUKUM ADAT
LEKUK 50 TUMBI LEMPUR

Berdirinyo Sendi Hukum Adat atas 4 (empat):
Bainah
2. Karinah
3. Alam
4. Ijtihat
Arti hukum: Hukum itu ialah menentukan dan menetapkan sesuatu atas tempatnyo dan dak diraguhi terangnyo.
Mutalib itu biasanya tahan banding.
Mutalib undang-undang biaso dikerasi.
Mutalib adat biaso ditiru, ber teladan beresab berjerami, ber tunggul, ber penebangan, jauh bulih ditunjukkan, dekat bulih dikatokan, lambago bertuang mutalib hukum Kitab Allah biaso menjadi kekuatan dan daup.
Ba’dal hukum adat terbagi 3 (tigo):
1. Timbangan akal budi yakni jerih payah
2. Timbangan emas pirak
3. Timbangan nyawo badan.
Yang ditimbang dengan akal budi terbagi tigo:
Sesat surut langkah kembali, salah pada Tuhan taubat, salah pado manusio maaf.
Mengmebang lapek mengisikan air
Numpang menyesit lupo menurut kalau hilang mengganti luko mendamak sumbing menitip.
Adapun yang ditimbang dengan perak yakni dengan mengembang lapik mengisi air menating carano, sirih nan berpucuk, pinang berubah, carano berisi emas dan perak sikupang dua kupang se emas atau lebih sebanyak-banyak setihil sepaho, atau memotong kambing, seberatnyo kerbau seekor beras seratus.
Adopun yang ditimbang dengan nyawo terbagi 2 (duo):
1. Dengan nyawo (dibuang)
2. Dengan nyawo umpamonyo utang nyawo dibayar nyawo
Hukum buang terbagi 4 (empat), berlakunya bagi orang bersalah, bersalah tidak mau dihukum dalam negeri mako yang akan menjadi hukumnya mati, mati itu Artinya mati pada adat orang dalam negeri yakni hukum buang.
Hukum buang sirih. Yakni dibuang dari sebuah geding tak dibawah barito, tak dibawo hilir mudik, tak dijalang buruk baik oleh nan sebuah geding atau oleh nan sepunjung itu sajo.
Hukum buang biduk. Yakni oleh kerapatan negeri.
Hukum buang Tangkirang. Yakni dibuang oleh kerapatan negeri dan tidak boleh lagi diperbaiki dengan negeri kok tumbuh buruk baiknyo tak buleh dilihat oleh isi negeri. Tetapi ditimpo kecik akan besat tegak tidak makan tunduk malingkong tak makan pampa tak dimakan iris dengan didis ialah antara anak dengan ibu bapak, antara laki dengan bini antaro adik dengan kakak seibu atau sebapak guru mengajar agama tukang membuat rumah dukun pandai obat.
Hukum buang daki. Yakni dihukum buang kerapatan negeri tidak boleh tinggal dalam negeri kalau ada sawah ladang dibayat beli oleh negeri.
Orang yang bulieh bersuaro dalam pengadilan adat 4 (empat) pekaro:
Mudai atau orang mendakwa.
2. Mualiah atau yang terdakwa
3. Saksi
4. Hakim
Saksi menurut adat yang boleh ditulak 12 pakaro:
Bapak
2. Ibu
3. Anak
4. Dusanak
5. Kanak atau kurang akal
6. Anak semang
7. Panakan
8. Mamak
9. Penakan
10. Ipar
11. Laki
12. Bini
Kewajiban Hakim 7 perkaro:
Menerimo pengaduan mudai dan jawab mudaaliah
2. Minta tanda kepado mudai dan mudaaliah
3. Menerima barang yang diperkarakan itu
4. Meneliti saksi-saksi dan memperhatikan buni-buni keterangannyo.
5. Menjatuhkan hukum
6. Menyampaikan hukum
7. Menahan banding.
Apabila menghukum kamu diantara sama manusia hukum oleh kamu dengan adil.




























POHON ADAT

Adat. Adat lazim yakni biaso atau selipat memakainya ialah.
Artinyo: Bermula adat istiadat negeri memakainyo dan dio kecuali olehorang yang memperselisihkan. Umpamonyo menurut yang diaturkan pemangku adat yakni negeri berpengulu suku berbuah perut, kampun batino rumah batangganai.

Pepatahnya diasak layu diangkat mati.

Istiadat. Terpakai dahulu kala waktu jahiliah terlarang oleh nan sebenar adat antara sekarang masih ada juga lagi yang diperbuat seperti berebab, berkecapi, berpuput dan bersalung, menyabung dan berjudi.
Adat dan diadatkan. Yakni yang dipakai sesuatu negeri yang diperbuat oleh kerapatan negeri yang dipeturun dan diperanakkan yang ditantu ukur jangka oleh kerapatan negeri. Pepatahnyo lain lubuk lain ikannyo lain padang lain belalang lain negeri lain adatnyo.
Adat nan Sebenar Adat. Yang diturunkan oleh Nabi Allah Muhammad SAW yang tersebut Kitabnya sepanjang sarak menurut agama Islam. Pepatahnya. Tak lekang dipanas tak lapuk di hujan.


UNDANG NAN 4 (EMPAT) :

Undang-undang Luhak. Yakni luhak nan belaras negeri nan bapengulu, suku nan berbuah perut, kapung batuo rumah batangganai.
Undang-undang Negeri. Yakni rumah tanggo, balai mesjid, kurung kampong, labuh tapian parit rentang. Balai untuk penghulu-penghulu gedang besar batuah rapat adat mencari kebaikan Mesjid ditengah negeri untuk alim ulama untuk mengembangkan agama dan tampat mengerjokan suruh sarak.

Undang-undang Dalam Negeri. Yakni salah cencang memberi pampas, salah bunuh memberi bangun, salah tarik mengembalikan, salah makan dimuntahkan.
Undang-undang Nan Duo Puluh.

Tikam, bunuh
Samun, sakal
Upeh, racun
Sumbang, salah
Siung, bakar
Maling, curi
Rebut, rampas
Dagu, dagi
Tertumbang, terciyak
Tertelah, terkanjat
Tertando, tabiti
Tercencang, teranggas
Terikat, terkebat
Terambak patah, terpukul mati
Ketika nunggang lalu ranting jatuh
Berjalan, bergegas
Tertijak berbagai barulih bak sepia
Berjual, muran
Cendorang mato urang banyak
Dibawa pekat dibawah lanjaro.

5. Adapun undang-undang nan duo puluh salapan menjunjukkan kelakukan kejahatan, enam membawa jalan induk enggang berketunggangan yakni menjunjuk tanda-tanda biti, enam pembawa jalan cumo jani karinah yang dijatikan cino ialah yang selapan yang menunjukkan kelakukan-kelakuan kejahantan.

UNDANG NAN SEMBILAN PUCUK:
1. Undang takluk kepado rajo
Yang takluk kepado rajo temba namonyo
2. Undang takluk kepado depati
Yang takluk kepado depati adat namonyo
3. Undang takluk kepado ulama
4. Undang takluk kepado pakaian
5. Undang takluk kepado permainan
6. Undang takluk kepado bunian
7. Undang takluk kepado keramaian
8. Undang takluk kepado hukum
9. Undang takluk kepado kebesaran alam.



PUKUL CANANG

Hep kayo nan diateh rumah gedang an sebuah diatas lantai nan sebintit bawah atap nan selepah nan salingkong mendol tepi nan selarih mendol tengah. Kalaut menesak dita, dita tarandam Muara Jambi, jangan kayo takejut jangan kayo tagampo mananga canang ku berbunyi. Aku sepantun brung mau diimbau aku datang diasung aku pergi datang menampakkan muko pergi nampak punggung aku sepantun biduk pelayangan kua perencang buki parang panjang perancah tampab seligi buang buangan.



Bukan cempedak cempedak sajo
Cempedak dalam padi
Bukan aku tegak tegak sajo
Disuruh beliau dan depati
Kereno buruk li baganti li
Buruk pua calipang tumbuh
Patah ratak ilang baganti
Buruk batang cendawan tumbuh


Karano ado pusako bilian depati yang tagulung ditiang tengah yang talipat dialang balai. Sekarang hendak dibentangkan yang talipat hendak diurak siapo kito yang tatukek tanduk tasurong baju pada hari ini Si Anu……………… Dia tidak dilangkah naikan surut pada hari ini dilangkah naikan jugo pada hari naik dengan adat dan pusao naik di atas kambing seekor beras dua puluh tidak bagela duo tigo gela Depati ………………. Atau ninek mamak……………… saiyo kan duo tidak karjo nan banyak.
Denga oleh kayo nan banyak parbaiyo nak labuh pasko nak rek lah bakalili hati lah balek pipi lah gedang daraso diinyo ditidakkan, diambung diantakkan diimbau digelakkan entak kecik karjo bertuang kecik entak gedang karjo berutan gedang, kok kecik barutang kecik segan membayar kok gedang utang segan betimbang diateh celah piagam bawah mangko karang setio karjo dimakan biso kami saiyo laduo mendak karjo nan banyak.

Denga-denga kayo nan bagela:
Hukum nak dauh pasko nak rek
taraso gedang karaso lah baleh pipi
ko gedang hendak melando
kok panjang hendak malilit
tanduk runcing hendak disimbahkan
baju belang hendak diirengkan
Menyurukkan budi menuangkan akal
nan iyo ditidakan
nan terang dipakelamkan
nan kelam dipaterangkan
Tibo dimato dipicingkan
tibo diperut dikempiskan
tibo dipapan berantak
tibo diduri maninjek,
Maampeh bumbun merujak labing
menohok kawan seiring
menggunting dalam lipatan
tibo menghukum dengan mengengkan
tidak bulih melapehkan dendam dengan kasumat.

Kayo seperti kayu diateh tepat kaateh tidak bapucuk kabawah tidak baurat ditengah-tengah digirik kumbang nan diateh ngutung nan dibawah ngadah nan diateh celak piagam nan dibawah manukok karang setio dikutuk Qur’an tigo puluh jus, kayo dimakan biso kawi seiyokan duo tidak kayo banyak.

Pepatah sudah mengatakan, kerbau gedang diateh kuto tali pijak bapijak. Urang gedang merubah kato alamat negeri akan susah.
Hari selasa mulai kasawah
Hendak pergi marumput padi
Padi mudik dirumput dulu
Padi dile dirumput kudian
Pepatah lah samo kito denga
Lain di mulut lain di hati
Menapik kato guru
Itu isi negaka jahannam.
Makan sireh serto karakap
Tiriang patak talatak
Talatak diateh kuto
Kuto tuo julung basusuk
Mana lebih minta maaf+
Canang babunyi tempat nan banyak
Canang balik ka si pungko
Mintak izin aku duduk.

Hanya sekian, disudahi dengan Wassalamu’alaikum Wr.Wb.




PARAGO-PARAGO

Singgo berganggang bumi dengan langit mako turun wajah nan duo. Satu waris dari pado nabi, ke dua halipah dari pado rajo. Waris dari pado nano beliau malin yang mengetahui bulan nan dua belas, tahun nan duo lapan, hari nan tuju mentiko nan satu.

Khalipah dari pado rajo kayo depati nenek mamak yang memegang adat lamo pusako usang. Mano ado kayo depati maajum maarah malarik mangaju mangilo mambentang mengukum mengekam dalam negeri. Mana ajum kayo depati baumu, balaman, berternak, bertani, beranak pinak barumah tanggo.

Tentang Si Anu …………… telah mengikuti ajum arah kayo depati, lah baumu lah balaman. Tentang Si Anu ………………. Menegak rumah entah ado tahambik kayu disarang panyengat, kayu bagesut kayu bagiso mintak kito pada Allah yang gagah mintak tunduk yang bena nitak talu, yang sesak mintak lapang, yang hangat mintak dingin. Kereno hamba bersipat kilaf Tuhan bersifat Kedim mintak tapasan aleh tukang kayu sunsang, kayu taralih, kayu batimbang ujung pangkal. Tenang palambo bagito pulo, entah payo lilit payo lingka, tanah lekung jerang kuali melibis dinang hari, gabok ulu tulok, dipintak jugo kepado Allah nan bela mintak ditulak, hangat mintak dingin. Pada hari ini jugo Si Anu…. Telah mengumpulkan suku hindu, darah daging di atas palambo alam adat dunia pakai nabi adat bumbun menyekaro, adat padang kepanasan, adat kito bategak rumah tulang batulung petulangan suku hindu darah daging, tentang kain nan sagabung duo tenan uang sepiah duo sirih baganggang, pinang nan batanduk, beras nan bagantang lah talatak itam ateh nan putih, tentang Si Anu, badan nak sikat iman nak tetap, baladang nak bulih meh, baumu nak bulih padi, tentang tukang bagitu pulo badan nak sihat dalam mengerjokan rumah ini, entah ado lebih dengan kurang kawat dengan talapan, lahir dengan batin salah pado hambo banyakan maaf. Salah pado Tuhan banyakan taubat.

Nasi nan sesuap, gulai nan satangkai, air dan seteguk, sipangkalan bersedekah kepado kito. Ateh dari pado itu kok ado mimpi nan tidak beh, kasih nan kurang, jiko mimpi nan dak beh basamo kito layikan dengan ayat patehah. Jika mimpi yang baik samo kot tampong dengan do’a selamat dan berkat saiyo itulah dapat tetap dengan belang.



CABANG-CABANG PARAGO

Dalam bulan nan duo bleh empat yang kito muliakan:
Bulan Haji
Bulan Maulud Nabi
Bulan Rajab
Bulan Ramadan


UNTUK MANARIK LEK
Lek mandi kayak
Sunat rasul
Tabung tindek
Tamat kaji
Menerimo menantu




Kapan berniat ibu dengan bapok bersangi mamak dengan malangok, tibo dibanja ayam bakukok, tiko di dusun tabuh babunyi ado niat mako ado sangi. Mano adat tarik lah takapak, beras nan bagantang, sirih nan baganggang, pinang nan batampuk. Jiko tidak nan sado itu, kok putus nan batali kok sekah nan badahan. Kino ini sekar dikampoh woknyo libo, sekar di uleh woknyo panjang, jangan pulo dikampuh libo cabik, diuleh panjang putus, ateh pulo dari pado itu yang menarik dan yang keno tarik kalau ado lebih kurang.



UNTUK URANG KAWIN

Entak belalak entah kaladik.
Mati ditimpok sawo kaluli.
Batunok jugo pamutus kaji.

Tentang si Anu datang sasat dengan saso, tuek dengan nanyo, sirih dengan serampan, jadi nampaknyo pucuk dicinto ulam tibo, awak katuju urang suko. Jadi malam ini didudukkan suku dengan indu darah dengan daging. Karena kito bersuku hidup bersuku mati bersuku. Jika si Anu pergi menyabung lah badita tali ayam berkain tirai keliki, kito suku jugo yang bungkal nan bakatuk uncang nan piawai. Jiko mati kito jugo mengantarkan ka tanah layu. Ini dia kawin kito mengantakan kalapek lamin. Tentang perkawinan dio ini sekarang mintak salamat kepada Allah mintak kambang mintak biak. Tiap sudut kawin talunggak, tiap alang buai tagantung, giginyo belum nyiloh adiknyo lah ado pulo. Kalau ado lebih kurang.



MAMULANGKAN LEK


Tentang si Anu dapat kato nan seluko unding dan sesuai hendak mendirikan rumah karena orang duo laki isteri nak barelek. Tameh tatuek tempat nan rami tatanyo tempat nan banyak. Mako dipanggil suku darah daging, lah kumpul seorang lah kumbul barduo, lah kumpul baduo lah kumpul sagalo. Karena sepangkalan hendak memulangkan lek dan hendak mamulangkan karjo, kepado kito suku indu darah daging.
Bak kato pepatah mengatokannya
kecil limbek gedang limbek
lapan jugo misainyo.
Kecik lek gedang
lek beralek jugo namonyo.
Jiko nan tidak samo kito cari,
nan jauh samo kito jemput.
Jiko ringan samo dijinjing,
jikok nan berat samo kito pikul.
Jiko nan ado samo kito makan
Ateh dari pada itu kareno Tuhan bersifat kadim, hambo bersifat kilaf ragu kareno dek banyak, lupo kareno dek lamo, entah ado suku nan tidak dipanggil. Tentang sepangkalan kok rapat mau menyembah kok kupur mau tubat kok salah mau jugo barutang. Jangan jugo sekah nan badahan putus nan batali kareno kayo entah ado nan tidak terpanggil. Kalau lebih dengan kurang.


LEPEH CEMEH

Cemeh-cemeh bumu di tepi ayiek, arap-arap padi menjadi, cemeh-cemeh ayik pendalam. Cemeh itu ado tigo pakaro: Satu cemeh anak jantan pergi perang. Kaduo cemeh anak batino sakit pinggang. Katigo cemeh batagak rumah. Anak jantan lah pulang dari perang. Anak batino lah melahirkan anak, batagak rumah kayu tidak rusak tidak binaso mintak tarimo kasih kito kepado Allah sebanyak-banyaknyo. Kalau ado lebih kurang.







































ASAL-USUL SILSILAH
Alam Lekuk 50 Tumbi Lempur



Ini keterangan asal usul nenek moyang yang berasal dari Gunung Ledang Malaysia, yang bernamo SALUTAN SANG PATI LAUT TAWAR dengan isterinya PUTI SANG BARMO, mempunyai seorang anak laki-laki yang bergelar Si Raja Elok. Sang Pati Laut Tawar dan anaknya Si Rajo Elok berniat untuk mengunjungi daerah asal nenek mereka di tanah Melayu. Untuk mendapatkan izin perjalanan mereka berlayar ke tanah Jawa dengan tujuan untuk meminta izin pada Raja Mataram, yang kala itu diperintah oleh Sultan Indra Bangsawan.

Sesampainya disana, raja Mataram dalam keadaan berduka cita karena meninggalnya putra mahkota kerajaan. Sewaktu diizinkan untuk menemui Sultan Indra Bangsawan, Sultan sangat terkejut karena Si Rajo Elok yang menghadapi bersama kedua orang tuanya itu mirip sekali dengan purta mahkota yang sudah meninggal. Oleh Sultan Indra Bangsawan keluarga yang menghadapi dari Gunung Ledang tersebut diminta untuk menetap untuk beberapa lama dalam lingkungan kerajaan sebagai pelipur lara sang Sultan. Si Rajo Elok diangkat sebagai anak oleh Sultan Mataram, diberi gelar Sultan Indra Bangsawan Syah. Semasa di Mataram si Rajo Elok ikut membantu orang tua angkatnya mengatur pemerintahan di Kesultanan Mataram.

Setelah beberapa lama tinggal di dalam lingkungan kerajaan, mereka meminta izin untuk dapat berangkat ke tanah Malayu. Akhirnya Sultan Mataram memberikan mereka Surat Pas jalan untuk menemui raja Melayu yang waktu itu adalah Adityawarman. (Surat Pas Jalan si Raja Elok – Sultan Indra Bangsawan Syah – Sigindo Sakti atau Ninek Muning panggilan orang Lempur, oleh masyarakat tersebut masih disimpan oleh masyarakat adat Lekuk 50 Tumbi Lempur sampai sekarang).
Mereka berlayar melalui laut sebelah barat pulau Sumatera, terus menuju ke pusat kerajaan Malayu di Pagarruyung untuk menemui raja Adityawarman. Setelah memperlihatkan Surat Pas Jalan, dan diketahui maksud dan tujuan kedatangan mereka di tanah Melayu, maka Adityawarman pun mengizinkan mereka untuk menelusuri pulau Perca (Sumatera), mereka berjalan menuju bagian Kuala Muko-Muko. Sesampainya di Kuala Muko-Muko mereka meneruskan perjalanan menuju Kualo Manjuto, terus ke Teras Terunjam. Di Teras Terunjam Sang Pati Laut Tawar kawin dengan salah seorang gadis di desa tersebut dan tinggal disana (…..tidak ada keterangan lebih lanjut……?). Sultan Indera Bangsawan Syah meneruskan perjalanan menyusuri Sungai Manjuto sampai di daerah kaki Gunung Kunyit (pada masa sekarang daerah tersebut termasuk desa Lempur). Menurut legenda berada di desa Dewa Rajo dan kawin dengan Mandari Mansis.

Di desa tersebut bekuasa Nabi Yallah dan isterinya Ramiyallah, mempunyai anak 7 (tujuh) orang:

1. Ketit Hindar Jati turun ke Hiang.
2. Ketit Hindar Bayang turun ke laut Bayang Terus.
3. Ketit Hindar Bungo terus ke bukit Tungkat – Jangkat Sungai Tenang.
4. Ketit Malu tinggal di Gunung
5. Nek Rabiah Banuang turun ke Lunang.
6. Puti Salutan Tali mirat ke laut terus ke Jawa Mataram
7. Nek Mandari Mansis kawin dengan Sultan Indera Bangsawan Syah(Sagindo Sakti)

Sagindo Sakti dan Mandari Mansis mempunyai anak 2 (dua) orang: 1. Mambang Tunggal mirat ke Gunung Bungkuk – Bangka Hulu, dan 2. Mandari Kuning.

Sepenginggal istrinya Mandari Mansis, Sagindo Sakti meneruskan perjalanannya menyuri ulu Sungai Lolo dan sampai di renah padang Lolo Bancah. Disana beliau bertemu dengan Mangku Gunung Rayo. Pemangku Gunung Rayo bertanya kepada Sagindo Sakti mau kemano tujuan beliau, Sagindo Sakti menjawab bahwa beliau akan menuju Bukit Kerman. Terjadi perselisihan antara ke dua orang tersebut sehingga terjadi perkalahian dari Ulu Air Lolo sampai ke Teluk Dalam. Karena sengitnya pertempuran tersebut menyebabkan padang lolo bancah tersebut bertumbangan rata dengan tanah, ini adalah asal-usul daerah tersebut disebut Desa Lolo. Sesudah letih bertempur tidak ada yang kalah-menang, maka suatu ketika berkata Pemangku Gunung Rayo barang siapo diantaro kito yang sampai duluan ke Bukit Kerman kerumah Tuan Daro (itulah orang yang mempunyai tanah ulayat in dan berhak untuk kawin dengan anaknyo Puti Naimeh Bulan atau Puti Rabiah Bulan).
Sagindo Sakti menerima tantangan tersebut, Pemangku Gn. Rayo berlalu mengiliekan Air Lolo lebih dahulu, sedangkan Sagindo Sakti masih tinggal di Teluk Dalam sampai hilang dari penglihatan Pemangku Gn. Rayo. Sagindo Sakti pun berlalu dari Teluk Dalam menuju ke Bukit Kerman ke rumah Tuan Daro. Sesampainya di sana, telah makan sirih sekapur telah habis rokok sebatang barulah tibo Pemangku Gn. Rayo dan berkato Saindo Sakti apo lambat nian tibo, dan karena kalah menurut perjanjian diantara mereka berdua, maka Pemangku Gn. Rayo berkata tentang tanah ini duai dapat menjadi rajonyo sayo menjadi pemerekannyo.
Tuan Daro mempunyai suami bernamo Tuan Syeh Maradun Junjung mempunyai 3 (tigo) orang saudaro:


1. Tuan Majid menetap di Pulau Sangkar
2. Tuan Syukur menetap di Air Berduri
3. Tuan Daro menetap di Bukit Kerman.

Tuan Daro dan Tuan Syeh Maradun Junjung mempunyai anak bernamo Puti Naimeh Bulan (Puti Rabiah Bulan) kawin dengan Sagindo Sakti, mereka mempunyai seorang anak laki-laki bernamo Rio Tigo Bangso (inilah asal-usul orang Lolo). Puti Naimeh Bulan meninggal dunia dalam umur yang relatif muda.

Sagindo Sakti meneruskan perjalanannya ke daerah Tamiai, Tanjung Muaro Sakiau. Daerah Tanjung Muaro Sakiau adalah dibawah kekuasaan Sagindo Bauk bergelar jugo Depati Muaro Langkap yang mempunyai 3 (tigo) orang anak:

1. Nai Meh Alun kawin dengan Raden Serdang dengan panggilan Tiang  Bungkuk Panduko Rajo (berasal dari Jawa Mataram).
2. Nai Meh Kupak kawin dengan Sagindo Sakti.
3. Puti Sanantan Bungo kawin dengan Syeh Marudun di Muaro Talang.

Pada suatu hari mako duduk basamo se isi rumah itu, mako Depati Muaro Langkap menerangkan mimpi beliau sebagai kias kepada menantu nan batigo orang itu. Apo mimpinyo, yaitu melihat matahari bajajar tigo. Pada saat itu tapikir oleh menantunya nan batigo itu, ini adalah kias bahwa ke tigo menantu beliau sama-sama gagah dan kuat. Maka mereka bersepakat untuk berpisah mencari daerah masing-masing. Sagindo Sakti dengan Naimeh Kupak terus menuju ulu sungai ke Dusun Ujung Tanjung Muara Sakiau, Syeh Marudun Muaro Talang dengan Puti Sanantan Bungo terus berjalan menuju Sungai Ipuh ke dusun Sungai Muaro Gading. Sedangkan Tiang Bungkuk Pandika Rajo dengan Puti Nai Meh Alun menetap di Tamiai (Dusun Tanjung Muaro Sakiau).
Sagindo Sakti dan Naimeh Kupak mempunyai anak 2 (duo) orang (asal-usul nenek orang Lempur):

Sitegis, gelar Rio Jibut Pendek kaki (laki-laki)
Sitatam (perempuan)

Dalam pada itu, Sagindo Batinting di Jerangkang Tinggi (Pulau Sangkar) mendengar bahwa Sagindo Sakti tinggal di daerah yang berada dalam kekuasaan beliau. Maka disampaikan pesan dari Pulau Sangkar bahwa Sagindo Sakti tidak boleh menunggu sebagian Ulu Lingkat sebab disitu adalah tanah Rio dan tanah Menti. Oleh sebab itu Sagindo Sakti diberi tigo pilihan, partamo balik ke Pulau Sangkar, kaduo balik ke Serampas dan katigo balik ka Tamiai. Tidak boleh tinggal disitu sebab tanah padat sendi kerajaan yaitu tanah depati orangnyo depati. Sedangkan Sagindo Sakti masih tetap tinggal di Dusun Tanjung Muara Sakiau jugo, mako datang perintah dari Sagindo Batinting kepado Sagindo Sakti mintak seundang puntung dan selepit daun untuk dibawah ke Pulau Sangkar karena di Pulau Sangkar akan ado perhelatan besar.

Sagindo Sakti terus ke Talang Sembilan mako dicabutnya pungo telat tigo batang dahannyo dan batangnya diikat terus dipikul. Setibo di Pulau Sangkar disandarnyo kayu tersebut di balai mako tagireng balai itu. Maka turun Sagindo Batinting dari rumahnyo dan dipatah-patahkannyo kayu tersebut degan tangan dan lututnyo dan berkato begini seharusnyo mengambil puntung duai.

Dapat pulo parintah kapado Sagindo Sakti untuk mengambil daun mako terus Sagindo Sakti ke Maruang Tigo Bane diambilnyo daun lirik segenggam kanan segenggam kiri di bawa ke Pulau Sangkar terus ke balai dan beliau minta kepado orang nan banyak untuk keluar dari balai agar tidak tatimpo daun yang hendak diletakan beliau, tetapi orang dalam balai tidak mengacuhkannyo dan seolah-olah mencemoohkan beliau apo pulo nyuroh kami keluar daun yang dibawah hanyo segenggam kanan dan segenggam kiri. Sagindo Sakti melepaskan darun-daun tersebut dari tangannyo ke dalam balai tersebut sehinggo penuh balai tersebut sampai ke atapnyo tabubung dindingnyo tabukak sehinggo banyak orang yang rusoh dan yang mati ditimpo dan diimpit perkakas balai.

Lek labuh karjo usai di Pulau Sangkar mako Sagindo Sakti minta diri dan balik ke Dusun Ujung Tanjung Muaro Sakiau. Sedangkan sepeninggal beliau, Sagindo Batinting yang tinggal di Pulau Sangkar tidak bersenang hati dan Sagindo Sakti yang meninggalkan Pulau Sangkat juga dengan hati yang tidak senang.

Se sampai di Dusun Ujung Tanjung Muaro Sakiau terus kerumah beliau. Suatu saat Sagindo Sakti mengajak sahabat beliau saudaranyo (dewa di gunung desa di Muara Air segelembai tunggal sigelambai rajo di ulu air, jin seribu jalan di atas, jin seribu jalan bawah, tagguli di pusat guni jin besar di pusat laut, jin kumbang berantai besi nan tegai dari guni segut ke langit) semua terus datang memenuhi seruan bakerjo menebat Batang Air Lingkat maka tetebatlah Air Lingkat hinggo tidak mengilir lagi lebih dan kurang satu tahun.

Suatu saat berpesan Sagindo Sakti ke Pulau Sangkar bahwa tebat akan tabukak dan air besar akan mengalir ke Pulau Sangkar sehinggo orang nan banyak terus melarikan diri tinggal Sagindo Batinting dalam dusun sahinggo dibunyikan orang gung dan redap, surak dan surai telah putus dusun Pulau Sangkar hampir cair, mako turun sahabat dari bukit Malagan Sawo Tuli malingkung Pulau Sangkar maka selamat dusun Pulau Sangkar. Sesudah itu Sagindo Batinting kile ke Jambi tibo di Jambi menjadi Rajo Jambi dengan gelar Pangeran Tamanggung kebun di bukit bertempat di Talang Jauh.

Sagindo Sakti balik bertempat tinggal di dusun Payo Padang Buku basamo dengan anaknyo nan baduo. Rio Jibut Pendek Kaki mempunyai anak Rio Depati Gedang Gigi, anaknyo Rio Panjang Rambut. Anak dari Rio Panjang Rambut adalah Rio Panjang Janggut, anak Rio Panjang Janggut adalah Rio Gedang Dita. Rio Gedang Dita mempunyai anak dua orang Sirimbang Glr. Rio Depati dan Sigitan Glr. Rio Kecik. *** (MHD. ZAID)