KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN
ALAM LEKUK 50 TUMBI LEMPUR
Setelah gelar
Seko Depati Anum dan Gelar Seko Depati Agung dibawa ke Lempur, dan setelah
selesai peresmiannya, Depati Agung pun mengadakan musyawarah dan rapat adat
untuk membentuk pemerintahan dalam wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur. Dinamakan
Lekuk 50 Tumbi Lempur karena pada waktu Mampado Gelar Depati Agung dan Depati
Anum memembentuk pemerintahan sendiri sebagai pemekaran dari wilayah Tanah
Rencong Telang Pulau Sangkar, jumlah keluarga yang ada dalam wilayah Lempur
adalah sebanyak 50 Tumbi.
Bersamaan dengan itu Depati Agung dengan kekuasaan yang telah didapatnya
membentuk Depati-Depati pula di dalam wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur dengan
perincian sebagai berikut. Depati dan sepuluh, ninik mamak nan berenam dan
Lantak Depati Agung, cermin Depati Sukobrajo dan Karang Setio Dapati Anum.
Gelar Depati Agung dan Depati Anum tetap disandang oleh Mampado sedangkan gelar
Depati Suko Berajo diberikan kepada Siak Mengkal (Depati Mampado mulai jadi).
Siak Mengkal juga sering disebut dengan Depati Suko Berajo Pandak.
Depati nan sepuluh ini dibagi pula menjadi dua bagian yaitu Depati nan berenam
untuk Lempur bagian Mudik dan Depati nan berempat untuk Lempur bagian Hilir,
ninik mamak yang berenam juga dibagi dua yaitu 3 untuk Lempur bagian hilir dan
3 untuk Lempur bagian mudik. Penyusunan pemerintahan dalam lembaga mangku bumi
Daulat Lekuk 50 Tumbi Lempur berlanjut secara terus menerus. Anak negeri yang
sudah dianggap pantas untuk diikutkan dalam pemerintahan diberi gelar depati.
Gelar depati tersebut ada yang dituntut sendiri oleh pewaris gelar baik yang
berasal dari Pulau Sangkar, maupun yang berasal dari Tamiai dan Serampas.
Pengangkatan Depati juga diikuti dengan pengangkatan kemerkan (kembang rekan
depati) dan ninik mamak sebagai pembantu depati.
Bersamaan dengan itu Depati Agung dengan kekuasaan yang telah didapatnya
membentuk Depati-Depati pula di dalam wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur dengan
perincian sebagai berikut. Depati dan sepuluh, ninik mamak nan berenam dan Lantak
Depati Agung, cermin Depati Sukobrajo dan Karang Setio Dapati Anum.
Depati nan sepuluh ini dibagi pula menjadi dua bagian yaitu Depati nan berenam
untuk Lempur bagian Mudik dan Depati nan berempat untuk Lempur bagian Hilir,
ninik mamak yang berenam juga dibagi dua yaitu 3 untuk Lempur bagian hilir dan
3 untuk Lempur bagian mudik.
Depati nan berenam untuk Lempur Mudik, ditarik ke Lempur ada yang dengan
istilah ‘bungo sekaki kembang duo’ dan ada pula yang digilir menurut alur dan
patut antara Lempur dan daerah Serampas, gelar depati tersebut adalah:
A. Depati berenam dari Serampas
1. Depati Serampas
2. Depati Ketau
3. Depati Naur
4. Depati Karamo
5. Depati Payung
6. Depati Pulang
B. Depati berenam dari Pulau Sangkar, gelar depati yang dibawa dari Pulau
Sangkar sama seperti yang dibawa dari Serampas, ada yang bungo sekaki kembang
duo dan ada pula yang sandang bergilir antar dua negeri, gelar depati yang
berenam dari Pulau Sangkar yaitu:
1. Depati Telago
2. Depati Anggo
3. Depati Kerinci
4. Depati Sangkar
5. Depati Belinggo
6. Depati Gung
Ninik Mamak yang tiga untuk Lempur Mudik adalah :
Kedemang Sri Memanti
Manggung Sri Menanti
Seri Paduko Rajo
Depati nan berempat untuk Lempur Tengah ialah:
Depati Suko Brajo (dari Pulau Sangkar)
Depati Mudo (dari Lolo)
Depati Nalo (dari Serampas)
Depati Muncak (dari Tamiai)
Ninik Mamak yang tiga untuk Lempur Tengah adalah :
Rajo Depati
Rajo Bujang
Rajo Mangkuto Alam.
Disamping depati dan sepuluh, ninik mamak nan berenam ada lagi depati-depati
dan ninik mamak yang lain sebagai kemerkan (kembang rekannya). Kemerkan ini
mempunyai hak suara atas nama depati atau ninik mamak dengan kata adanya juga
ada hak memakin habis dan mengerat putus. Daerah kekuasaan Depati dan Ninik
Mamak yang tersebut di atas adalah di seluruh wilayah Lekuk 50 Tumbi Lempur.
Peresmian dari Depati nan sepuluh dan Ninik Mamak nan berenam ini, sebagai
badan pemerintahan dengan Pucuk Pimpinannya Depati Agung sebagai lantaknyo
(Lantak nan tak goyah), Depati Suko Berajo sebagai cerminnyo (cermin yang dak
kabur), dan Depati Anum sebagai karang setio (mangkok karang setio),
Pelantikan dan peresmian pemerintahan Alam Lekuk 50 Tumbi Lempur juga dihadiri
oleh Depati Empat Alam Kerinci. Diwaktu itu Kerinci adalah gabungan III Helai
Kain yaitu:
Depati Muara Langkap
Depati Rencong Telang
Depati Biang Sari.
Gabungan lainnya adalah Delapan Helai Kain, dan gabungan ini adalah pecahan
dari Depati Atur Bumi di Hiang,yang biasa disebut tiga di Hilir empat Tanah
Rawang dan tiga di Mudi empat Tanah Rawang. Kedua gabungan ini juga dikenal
Depati Empat Alam Kerinci.
Pada peresmiannya Depati Nan Sepuluh dan Ninik Mamak nan Berenam dalam Lekuk 50
Tumbi Lempur, depati-depati yang tersebut di atas tadi dapat pula mengesahkan
bahwa: dalam Lekuk 50 Tumbi Lempur berdiri daulat pemerintahan dengan Pucuk
Pimpinannya Depati Agung.
Disamping dibentuk pula ketua pemerintahan setempat (dusun-dusun), seperti:
Untuk Lempur Mudik ialah Depati Anum dan untuk Lempur Hilir adalah Depati Suko
Berajo.
Di samping itu Depati Anum dan depati-depati lainnya dapat menuangkan peraturan
dan udang-undang dalam negeri, antara lain:
A. PENGANGKATAN DEPATI
Depati diangkat dalam kerapatan adat yang dihadiri oleh Anak Jantan dan Anak
Betino dengan Catatan yang ada warisnya (keturunannya) saja yang dapat
diangkat.
Juga diterangkan bahwa jika seseorang telah pernah menjabat gelar depati maka
ia tidak berhak lagi untuk menjabat gelar tersebut, terkecuali kalau sudah
sampai gilirannya, itulah yang disebut dalam pepatah adat Seko nan bagile
sandang nan baganti, suko ngapit suko ngadong. Peresmiannya untuk depati-depati
tersebut dilakukan waktu Kenduri Seko atau Kenduri Adat, dengan memotong kerbau
seekor, beras seratus.
B. SYARAT-SYARAT MENJADI DEPATI:
1. SIMBA IKOUNYO
Artinya: kembang ekornya. Ibarat ayam jantan yang akan berlaga di gelanggang,
ia mengembangkan ekornya sewaktu akan menyerang. Tidak kuncup ketakutan. Jadi
yang diangkat jadi Depati itu adalah orang yang gagah berani menegakkan
kebenaran, dia berani berkorban, berani menyabung nyawa.
2. NYARING KUKOKNYO
Artinya: perintah dipatuhi, nasehat dituruti. Pandai berbicara, pintar
berbahasa. Cerdik cendikia, berpikiran luas, Dulu tidak melintang tapak, kedian
tidak memijak tumit. Tahu ireng dengan gendeng, tahu tahan yang menimpa, tahu
ranting yang melecut, arif bijaksana.
3. RUNCING TAJINYO
Artinya: tegas dan tangkas, berilmu dan berpengetahuan, teratur dengan
perbuatan, banyak bekerja dari berbicara. Berpandangan jauh, berwibawa dan
berwatak dalam kepemimpinan
.
4. KEMBANG KEPAKNYO
Artinya: berlaku adil dalam memutuskan perkara. Tidak memihat pada siapa pun,
tidak berat sebelah dalam menghakimi. Tibo dimato tidak dipicingkan, tibo di
perut tidak dikempiskan. Tidak menegak benang basah, tidak menohok kawan
seiring, tidak bersembunyi dalam lipatan. Dengan sayapnyo yang kembang, dia
harus melindungi segala kebenaran. Pandai membagi dan mengiro, tahu raso dan
pareso.
5. LAPANG DADONYO
Artinya: buruk dan baik diterima dengan hati terbuka berlapang dada. Tidak
pemarah, tidak pula menunduk. Semua harus bisa diselesaikan dengan baik, dengan
bijaksana dan dengan kerarifan. Tidak ada kusut yang tak terselesaikan, tak ada
keruh yang tak terjernihkan.
6. NYALANG MATONYO
Artinyo: setiap saat meneliti kondisi dan situasi dalam negeri. Datang siang
datang malam, mengetahui larek yang berjejer, balai dan rami, mengetahui
pematang nan belantak. Dia harus tahu segala sesuatunya di lorong kampong.
7. GEDANG PARUHNYO
Artinya: tempat berunding, tempat meminta nasehat dan tempat mengadu. Suka
mengajak suka diajak untuk segala kebaikan. Selalu mempelajari alam dan sesuatu
untuk menambah pengetahuan dan ilmu. Sanggup mengisi adat menuang lembago.
Patuh pado peraturan, menurut kehendak orang banyak. Memerintah menurut jalan
yang telah diatur.
8. KUAK KAKINYO
Aritnya: sehat badan sehat pikiran, kalau boleh kuat pula ekonominya. Sehat
rohani sehat jasmani. Dengan arti lain cacatnyo kecik sekali, sehingga dio akan
dapat memerintah anak negeri dengan baik dan sempurna, karena masalah
pribadinya sedikit sekali.
9. BINTIK BULUNYO
Artinya: ayam berbulu bintik dimaksudkan berasal dari keturunan yang jelas,
berasal dari keturunan dan keluarga yang baik. Jelas asal-usul, jelas alou dan
patut yang nak diturut. Disamping itu, baik klakunyo, baik budinyo, dan juga gagah
tampangnyo.
Itulah syarat-syarat jadi depati. Syarat itu sering tidak tertulis, namun harus
dipatuhi. Dari mana asal-usul orang yang diangkat jadi Depati itu, ada dalam
naskah kuno, dan silsilah keturunan. Walaupun tidak tertulis secara langsung,
namun, setiap orang tahu bahwa orang yang akan dinobatkan itu adalah keturunan
yang berhak menerima gelar tersebut. Pepatah mengatakan: ilang tambo ilang
pusako, ilang tutou ilang sko. Artinyo: dari tambo-tambo atau naskah kuno
itulah diperoleh keterangan asal-usul orang yang diberi gelar itu.
B. PEMECATAN DEPATI
Pemecatan seorang depati karena melanggar Larangan Depati, dilakukan dengan
mengadakan rapat depati. Depati nan berempat oleh rapat depati nan berempat.,
Kemudian baru naik ke rapat depati Nan Sepuluh. Depati nan berenam dipecat oleh
depati nan berenam kemudian naik ke rapat Depati nan Sepuluh.
C. LARANGAN DEPATI
1. Gedang berlaku kecik.
Artinya ialah seorang depati yang melakukan pekerjaan yang tidak baik seperti:
berjudi, berzina dan lain-lain.
2. Gung gedang duo suaro.
Artinya seorang depati yang tak lurus juga sering disebut lain di mulut, lain
di hati, menuhuk kawan seiring, menggunting dalam lipatan dan telunjuk lurus
kelingking berkait.
3. Penjait duo lubang.
Artinya seorang depati yang tidak lurus
4. Memancong bayang-bayang, menikam kersau.
Artinya seorang depati yang suka mengadu doma dan membuat fitnah dalam negeri.
Dan ada lagi yang lain-lain, kalau larangan dilanggar, depati tersebut dipecat
dari jabatannya, juga dapat diangkat kembali kalau dia telah memenuhi syarat
kembali dengan memotong kerbau seekor dan beras seratus.
D. KEWAJIBAN DEPATI DAN NINIK MAMAK
1. Memasuk petang mengelua pagi. Artinya depati/ninik mamak memelihara anak
kemenakan jantan dan batino.
2. Mengadakan penyelesaian jika ada perselisihan antara anak kemenakan baik
anak jantan maupun anak betino.
3. Meajum mearah anak kemenakan anak jantan dan anak batino.
E. KEWAJIBAN ANAK KEMENAKAN
Kewajiban anak kemenakan dan anak jantan dan anak batino, sebagai tersebut
dalam petanyanya seperti dibawah ini:
1. Penakan berajo ke mamak (tungganai)
2. Mamak barajo ka ninik mamak
3. Ninik mamak barajo ka depati
4. Depati barajo dengan bena
5. Bena berajo dengan alua (musyawarah)
Dalam pepatah yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap anak
kemenakan harus menghormati depati dan ninik mamak, dan kekuasaan tertinggi
terletak pada Alua yang artinya Musyawarah.
F. PERATURAN-PERATURAN
Yang berkenaan dengan Pengadilanini terdiri dari tiga tingkatan, juga disebut
Seko Tigo Takah, yaitu;
1. Rapat Tengganai (suku)
Kalau terjadi suatu perkara harus diselesaikan lebih dahulu dengan kerapatan
Suku atau Tengganai,
2. Jika tidak ada penyelesaian baru dibawa ke Rapat Ninik Mamak
3. Bila rapat Ninik Mamak juga tidak dapat menyesaikannya, maka perkara tadi
dibawa ke Rapat Depati
Juga disebut sebagai “berjenjang naik bertakah turun”.
Disamping ini ada lagi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan Meh (uang
hangus). Meh itu terdiri dari enam tingkatan, juga disebut Meh nan enam
tingkat, yaitu
1. Meh Sebusur, apabila air belum beriak, daun belum bergoyang, perkara masih
di tengah rumah, perkara baru diketahui satu pihak. Perkara ini diselesaikan
oleh tengganai (mamak rumah) pihak wanita saja. Perkara ini menghanguskan beas
sepnggan ayam seekor. Artinya yang berperkara menyediakan makanan untuk
tengganai tersebut.
2. Meh Sekundi, apabilaair sudah beriak, daun sudah bergoyang, persengketaan
suah diketahui pula oleh pihak laki-laki. Perkara tersebut diselesaikan
tengganai kedua belah pihak, juga menghanguskan beras sepinggan ayam seekor.
.
3. Mas sepeti, takkala kusut akan diselesaikan, keruh akandijernihkan oleh
Ninik Mamak (kepala kaum). Perkara ini menghanguskan beras dua puluh kambing
seekor. Artinya apabila perkara sudah sampai ke tangan kepala kaum, maka yang
memperkarakan harus menyembelihkan seeor kambing, memberi makan beberapa orang
adat.
4. Mas sekupan, disebut juga mas malin tobat, ialah perkara yang diselesaikan
oleh alim ulama. Misalnya urusan perkawinan, rujuk, talak, danurusan keagamaan
lainnya. Perkara ini disebut naik mesjid turun mesjid, berbuka berbentang
kitab, memisahkan yang sah dengan bata., halal dengan haram, benar dengan
salah. Penyelesiaannya dengan membayar uang lima kupang. Satu kupang sama
dengan Rp.0.50.
5. Mas lapik sait, apabila keris dihunus, pedang akan dicabut, perang akan
terjadi, pegang dubalang , menghanguskan beras seratus kerbau seekor.
6. Mas seemas, disebtu jug mas rajo mas jenang, apabila perkara diselesaikan
oleh Depati sebagai pengadilan tertinggi. Penyelesaiannya dengan menghangurskan
beras seratus kerbau seekor.
Jadi jenjang penyelesaian perkara menurut adat adalah tengganai satu pihak,
tengganai kedua pihak, Ninik Mamak atau Alim Ulama dan Depati.
Penyelesaian perkara dengan cara:
Salah pauk luka dipampas, yaitu membayar ongkos pengobatan.
Salah bunuh mas dibangun, yaitu membangun keluarga yang dibunuh, dengan cara
mengorbankanharga benda yang membunuh untuk pengobat hati orang yang ditimpa
musibah.
Salah pakai dipelulus, yaitu mengembalikan barang yang dicuri.
Salah makan dimuntahkan, yaitu mengganti barang orang yang dicuri, dirusak atau
yang dihilangkan.
Memberi maaf, itulah penyelesaian yang terbaik, dengan perjanjian yang besalah
tidak berbuat kesalahan lagi.
Terlanjur surut, terlangkah mundur, duduk bermusyawarah atau berunding.
G. PINTU SALAH
Pintu salah itu terdiri dari 5 macam
:
1. Salah perbuatan
2. Salah penglihatan
3. Salah penciuman/berita
4. Salah perkataan
5. Salah pendengaran.
Perlu diterangkan mengenai Pintu Salah ini yaitu yang dimakud dengan suatu
larangan, jika seseorang melakukan seperti tersebut di atas mereka itu ditindak
menurut sepanjang adat.
H. HUKUM KATA
Bagi masyarakat adat, terutama bagi mereka yang memegang adat, undang-undang
dan hukum agama terdapat beberapa jenis kata yang mempunyai pengertian yang
berbeda-beda dan menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
1) Kata raja, kata berlimpahan
Maksudnya : tidak raja atau pemimpin adat mengandung kelimpahan untuk
rakyatnya, bahkan pada setengah raja-raja zaman dahulu apa yang diucapkan raja
itu merupakan undang-undang negara yang harus dipatuhi oleh rakyat biar :
tujuannya baik atau buruk. Bagi seorang raja atau pemimpin yang adil
kata-katanya tentulah untuk keselamatan rakyatnya tetapi bagi raja atau
pemimpin yang lalim maka kata-katanya mengandung bencana bagi rakyatnya.
2) Kata bapak, kata pengajara
Kata-kata yang keluar dari seorang bapak baik, -- tidak saja bapak dalam
pengertian khusus juga dalam pengertian umum – ialah kata yang berisi pelajaran
dan nasehat, demi keberuntungan, kesejahteraan dan keselamatan anaknya
dibelakang hari. Sebab itu janganlah seorang bapak memberi contoh teladan yang
buruk kepada anak-anaknya sebab anak-anak akan berbuat sepuluh kali lebih buruk
dari apa yang diperbuat bapaknya itu.
3) Kata mamak, kata pusaka
Perkataan seorang mamak (paman) yang baik tentulah menurut baris dan belebas
sepanjang adat. Ia tidak akan menambah dan tidak akan mengurangi apa-apa yang
tercantum dalam kata-kata adat.
4) Kata guru, kata petuah
Seorang guru tidak saja harus pintar memberi pelajaran tetapi juga semua
tingkah laku, sepak terjangnya haru menjadi contoh teladan bagi masyarakat.
Sebab seorang guru yang baik tidak saja menjadi guru dimuka kelas dihadapan
muridnya melainkan juga akan menjadi guru dalam masyarakat yang lebih luas.
Pekertinya, sikapnya, kebiasaannya, akhlakna, rumah tangganya juga harus
menjadi ”guur” bagi masyarakat sekitarnya.
5) Kata penghulu, kata penyelesai
Dalam satu perselisihan atau pembantahan penghulu harus lekas tampik ke depan
untuk menjadi juru pendamai atau menjadi penengah sehingga perselisihan itu
tidak berlarut-larut. Lebih mudah memadamkan api yang masih kecil daripada aipi
yang sudah berkobar-kobar.
6) Kata alim, kata hakekat
Ucapan-ucapan orang alim akan keluar berdasarkan firman-firman Allah SWT da
hadis Nabi Muhammad SAW yaitu ke arah hidup perdamaian dan kesejahteraan di
dunia dan akherat.
7) Kata pegawai, kata berhubung
Kata-kata yang disampaikan pegawai adalah pesan-pesan dan kata-kata yang
diterimanya dari pihak atasannya. Dia hanya bertindak sebagai pembuluh
menyampaikan.
8) Kata orang banyak, kata berbaluk
Kata orang banyak belum dapat diambil kebenarannya. Sebab setiap kepala akan
satu pula yang akan dikatakannya. Yang sejengkal menjadi sehasta, yang sehasta
menjadi sedepa, ditambah-tambah, diputar-putar sehingga maksudnya yang semula
sudah samar dan keliru. Sebab itu kata orang banyak belum dapat diterima
kebenarnnya dengan begitu saja, harus lebih dahulu di cek kebenarannya.
9) Kata hulubalang, kata menderas
Kata hulu balang (dubaang) ialah kata menderas. Kata-katanya pendek, tepat dan
tegas menuju sasaranya, tidak banyak variasinya. Tetapi sungguhpun demikian
mereka tidak boleh lalu lalang saja apalagi yang akan merugikan rakyat dalam
segala segi. Sebab hulubalang (angkatan bersenjata) ialah pari pagar dalam
negeri yang akan menjaga keamanan ke luar dan ke dalam. Mereka harus memegang
disiplin sesuai dengan baris-baris atau peraturan yang sudah ditetapkan.
10) Kata permpuan, kata merendah
Sebagai seorang wanita yang ibarat sayap kiri bagi seekor burung janganlah ia
berbicara melebihi dari yang sewajarnya. Sebab seorang perempuan (wanita) yang
baih haruslah lebih banyak berbicara dengan tingkah laku yang lemah lembut,
pekerti yang baik, dan tetap dalam sidat wanita lahir batin. Lebih baik bagi
seorang manita yang sudah bersuami ia harus mematuhi kewajibannya terhadap
suaminya menurut hukum yang wajar sepanjang adat dan syara’.
H. PEMBERIAN GELAR ADAT
Dalam kelembagaan adat di bekas kerajaan Pamuncak dan Tigo Kaum, terdapat dua
jenis pengukuhan gelar adat:
1. Pengukuhan gelar adat seperti depati, biasanya dilakukan pada waktu kenduri
adat (kenduri seko) masing-masing wilayah adat. Biasanya kenduri seko diadakan
sesudah musim menuai padi, dan sebagai petanda awal untuk memasuki musim tanam
padi berikutnya. Dalam acara adat tersebut terselip pula acara pemberian gelar
adat seperti Depati dan Nenek Mamak kepada calon memangku adat khusus
gelar-gelar adat yang masih tersangkut di tiang balai (gelar adat yang belum
disandang oleh anak negeri). Gelar ini tidak dapat dibawa keluar, karena
pemangku adat yang bersangkutan mempunyai wilayah tertentu, yang melapas pagi
mengurung petang.
2. Pengukuhan gelar adat yang berasal dari silsilah adat Kerajaan Pamuncak nan
Tigo Kaum, seperti gelar kesultanan, gelar mangku bumi dan gelar-gelar lain
yang ada pada pemerintahan pada waktu itu.
3. Pemberian gelar adat terdiri dari dua macam, yaitu Pertama: pemberan gelar
adat karena Pertalian Darah, artinya calon pemegang gelar adat berasal dari
anak keturunan, atau pewaris sah suatu gelar adat (yang mempunyai alur dengan
patut). Kedua: pemberian gelar adat karena Pertalian Budi, artinya gelar adat
itu diberikan kepada orang yang berjasa dalam pembangunan masyarakat dan
daerah, tetapi tidak berasal dari daerah yang berasangkutan.
Gelar adat yang dapat diberikan karena Pertalian Budi biasanya adalah gelar
yang berasal dari adat lamo pusako usang, yaitu gelar-gelar yang ada pada
Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, yang dapat dibawa keluar wilayah adat.
Gelar adat yang disandang karena Pertalian Budi hanya diberikan sekali kepada
pemangku adat yang memenuhi persyaratan, kemudian apabila pemangku adat
tersebut meninggal dunia atau meletakkan gelar adat tersebut maka gelar yang
bersangkutan akan kembali disangkutkan di tiang balai (artinya kembali ke rumah
gedang, yang nantinya dapat disandang kembali oleh orang lain).
Ketiga, pemberian gelar karena pertalian akar,
maksudnya yang terbang menumpu, hinggap mencengkam. Pewaris adat ini adalah
dari baris yang sudah jauh atau dari belahan kaum yang bersangkutan dan menetap
dikampung lain. Bila pemangku adat di daerah yang bersangkutan sudah
benar-benar tidak atau sulit ditemui dikarenakan oleh sebab tertentu, maka
gelar boleh diberikan kepada anak negeri pewaris adat yang tinggal ditempat
lain, namun demikian harus juga melalui kesepakatan ninik mamak dan keluar dalam
sepayung. Terakhir, keempat, pemberian gelar diberikan karena pertalian emas.
Maksudnya bahwa pewaris adat ini tak berhak menerima gelar pusaka tetapi
mungkin hanya dapat menerima warisan saja jika diwasiatkan kepadanya karena
memandang jasanya.
Lampiran 1.
BALAI NAN TIGO
I. BALAI PANJANG TANJUNG TILAN
Depati yang Marsal:
1. Depati Pulang
2. Depati Naur
Kemang rekannyo:
1. Depati Parbo
2. Depati Permai
3. Depati Mangku Guni
4. Depati Mudo Jumareh di Alang Balai
5. Depati Lubuk Meh
Nenek Mamak nan Marsal
1. Seri Paduko Rajo anak Lang Sawai Depati
Kemangrekannyo:
1. Pandika Rajo
2. Pandika Sutan
3. Panglimo Rajo
4. Pandika Alam
5. Rajo Alam
6. Mano Alam
7. Hulu Balang Pangulu Rajo
8. Nalo Depati
II. BALAI PENDAK TANJUNG MANUANG
Depati yang Marsal:
1. Depati Ketau
2. Depati Karamo
Kemangrekannyo:
1. Depati Suto
2. Depati Cayo Negeri
3. Depati Mudo Panjang Rambut
Nenek Mamak yang Marsal:
1. Demang Nanggung Seri Menanti
Kemangrekannyo:
1. Rajo Putih
2. Mangku Tiang Alam
3. Rajo Bendo
4. Rajo Tiang Alam
5. Rajo Dateh
6. Sanggo Depati
III. BALAI PELANGIN TANJUNG AGUNG
Depati yang Marsal (depati berenam):
1. Depati Payung
2. Depati Serampas
Kemangrekannyo:
1. Depati Unta
2. Depati Kecik
3. Depati Nanggong
4. Depati Nalo
Nenek Mamak yang Marsal:
1. Demang Seri Menanti
Kemangrekannyo:
1. Rajo Adat
2. Rajo Kecik
3. Sutan Kecik
4. Rajo Mudo
5. Rajo Bujang
6. Rajo Mangkuto
7. Ulu Balang Panglimo Rajo
8. Sutan Rajo Mangkuto
9. Tungkat Juang Depati
Kemangrekannyo yang Duo Balai nan Tigo Jenjang Depati Singo Lago anak depati
berenam diatas.
Balai nan Tigo Jenjang nan tersebut diatas, Depati Pulang Jawa induk depati nan
berenam.
ASAL DEPATI
ALAM LEKUK 50 TUMBI LEMPUR
I. Enam Depati dari Pulau Sangkar
1. Depati Kerinci
2. Depati Anggo
3. Depati Sangkar
4. Depati Suko Berajo
5. Depati Gung
6. Depati Talago
II. Enam Depati dari Serampas
1. Depati Pulang
2. Depati Naur
3. Depati Serampas
4. Depati Ketau
5. Depati Payung
6. Depati Karamo
DEPATI ALAM LEKOK 50 TUMBI LEMPUR
I. DEPATI LEMPUR MUDIK
1. Depati Anum
2. Depati Pulang
3. Depati Naur
4. Depati Ketau
5. Depati Singo Lago
6. Depati Nanggung
7. Depati Lubuk Meh
8. Depati Anggo
9. Depati Parbo
10. Depati Cayo Negaro
11. Depati Cayo Negeri
12. Depati Serampeh
13. Depati Mudo Panjang Rambut
14. Depati Permai
15. Depati Galinggo
16. Depati Kerinci
17. Depati Talago
18. Depati Muara Langkap
19. Depati Setio Seti.
II. DEPATI LEMPUR TENGAH
1. Depati Suko Berajo
2. Depati Mudo
3. Depati Muncak
4. Depati Nali
5. Depati Cayo Negaro
6. Depati Setio Nyato
7. Depati Setio Rajo
8. Depati Sangkar
9. Depati Birau
10. Depati Mangku Guni
III. DEPATI DUSUN BARU
1. Depati Agung
2. Depati Karamo
3. Depati Payung
4. Depati Kecik
5. Depati Unta
6. Depati Lubuk Meh
7. Depati Sanudo
8. Depati Terang
9. Depati Mudo Jumareh
10. Depati Nalo Alam Dua
11. Depati Suto
12. Depati Gung
13. Depati Permai
IV. DEPATI LEMPUR HILIR
1. Depati Sentel
2. Depati Lipan
3. Depati Nyato
4. Depati Suko Kerjo
5. Depati Kecik
6. Depati Karta Udo
7. Depati Ganding
8. Depati Singo
9. Depati Singo Lagaro
10. Depati Gung
11. Depati Nanggong
Lampiran 2.
Lampiran 3.
HUKUM ADAT
LEKUK 50 TUMBI LEMPUR
Berdirinyo Sendi Hukum Adat atas 4 (empat):
Bainah
2. Karinah
3. Alam
4. Ijtihat
Arti hukum: Hukum itu ialah menentukan dan menetapkan sesuatu atas tempatnyo
dan dak diraguhi terangnyo.
Mutalib itu biasanya tahan banding.
Mutalib undang-undang biaso dikerasi.
Mutalib adat biaso ditiru, ber teladan beresab berjerami, ber tunggul, ber
penebangan, jauh bulih ditunjukkan, dekat bulih dikatokan, lambago bertuang
mutalib hukum Kitab Allah biaso menjadi kekuatan dan daup.
Ba’dal hukum adat terbagi 3 (tigo):
1. Timbangan akal budi yakni jerih payah
2. Timbangan emas pirak
3. Timbangan nyawo badan.
Yang ditimbang dengan akal budi terbagi tigo:
Sesat surut langkah kembali, salah pada Tuhan taubat, salah pado manusio maaf.
Mengmebang lapek mengisikan air
Numpang menyesit lupo menurut kalau hilang mengganti luko mendamak sumbing
menitip.
Adapun yang ditimbang dengan perak yakni dengan mengembang lapik mengisi air
menating carano, sirih nan berpucuk, pinang berubah, carano berisi emas dan
perak sikupang dua kupang se emas atau lebih sebanyak-banyak setihil sepaho,
atau memotong kambing, seberatnyo kerbau seekor beras seratus.
Adopun yang ditimbang dengan nyawo terbagi 2 (duo):
1. Dengan nyawo (dibuang)
2. Dengan nyawo umpamonyo utang nyawo dibayar nyawo
Hukum buang terbagi 4 (empat), berlakunya bagi orang bersalah, bersalah tidak
mau dihukum dalam negeri mako yang akan menjadi hukumnya mati, mati itu Artinya
mati pada adat orang dalam negeri yakni hukum buang.
Hukum buang sirih. Yakni dibuang dari sebuah geding tak dibawah barito, tak
dibawo hilir mudik, tak dijalang buruk baik oleh nan sebuah geding atau oleh
nan sepunjung itu sajo.
Hukum buang biduk. Yakni oleh kerapatan negeri.
Hukum buang Tangkirang. Yakni dibuang oleh kerapatan negeri dan tidak boleh
lagi diperbaiki dengan negeri kok tumbuh buruk baiknyo tak buleh dilihat oleh
isi negeri. Tetapi ditimpo kecik akan besat tegak tidak makan tunduk malingkong
tak makan pampa tak dimakan iris dengan didis ialah antara anak dengan ibu
bapak, antara laki dengan bini antaro adik dengan kakak seibu atau sebapak guru
mengajar agama tukang membuat rumah dukun pandai obat.
Hukum buang daki. Yakni dihukum buang kerapatan negeri tidak boleh tinggal
dalam negeri kalau ada sawah ladang dibayat beli oleh negeri.
Orang yang bulieh bersuaro dalam pengadilan adat 4 (empat) pekaro:
Mudai atau orang mendakwa.
2. Mualiah atau yang terdakwa
3. Saksi
4. Hakim
Saksi menurut adat yang boleh ditulak 12 pakaro:
Bapak
2. Ibu
3. Anak
4. Dusanak
5. Kanak atau kurang akal
6. Anak semang
7. Panakan
8. Mamak
9. Penakan
10. Ipar
11. Laki
12. Bini
Kewajiban Hakim 7 perkaro:
Menerimo pengaduan mudai dan jawab mudaaliah
2. Minta tanda kepado mudai dan mudaaliah
3. Menerima barang yang diperkarakan itu
4. Meneliti saksi-saksi dan memperhatikan buni-buni keterangannyo.
5. Menjatuhkan hukum
6. Menyampaikan hukum
7. Menahan banding.
Apabila menghukum kamu diantara sama manusia hukum oleh kamu dengan adil.
POHON
ADAT
Adat. Adat lazim yakni biaso atau selipat memakainya ialah.
Artinyo: Bermula adat istiadat negeri memakainyo dan dio kecuali olehorang yang
memperselisihkan. Umpamonyo menurut yang diaturkan pemangku adat yakni negeri
berpengulu suku berbuah perut, kampun batino rumah batangganai.
Pepatahnya diasak layu diangkat mati.
Istiadat. Terpakai dahulu kala waktu jahiliah terlarang oleh nan sebenar adat
antara sekarang masih ada juga lagi yang diperbuat seperti berebab, berkecapi,
berpuput dan bersalung, menyabung dan berjudi.
Adat dan diadatkan. Yakni yang dipakai sesuatu negeri yang diperbuat oleh
kerapatan negeri yang dipeturun dan diperanakkan yang ditantu ukur jangka oleh
kerapatan negeri. Pepatahnyo lain lubuk lain ikannyo lain padang lain belalang
lain negeri lain adatnyo.
Adat nan Sebenar Adat. Yang diturunkan oleh Nabi Allah Muhammad SAW yang
tersebut Kitabnya sepanjang sarak menurut agama Islam. Pepatahnya. Tak lekang
dipanas tak lapuk di hujan.
UNDANG NAN 4 (EMPAT) :
Undang-undang Luhak. Yakni luhak nan belaras negeri nan bapengulu, suku nan
berbuah perut, kapung batuo rumah batangganai.
Undang-undang Negeri. Yakni rumah tanggo, balai mesjid, kurung kampong, labuh
tapian parit rentang. Balai untuk penghulu-penghulu gedang besar batuah rapat
adat mencari kebaikan Mesjid ditengah negeri untuk alim ulama untuk
mengembangkan agama dan tampat mengerjokan suruh sarak.
Undang-undang Dalam Negeri. Yakni salah cencang memberi pampas, salah bunuh memberi
bangun, salah tarik mengembalikan, salah makan dimuntahkan.
Undang-undang Nan Duo Puluh.
Tikam, bunuh
Samun, sakal
Upeh, racun
Sumbang, salah
Siung, bakar
Maling, curi
Rebut, rampas
Dagu, dagi
Tertumbang, terciyak
Tertelah, terkanjat
Tertando, tabiti
Tercencang, teranggas
Terikat, terkebat
Terambak patah, terpukul mati
Ketika nunggang lalu ranting jatuh
Berjalan, bergegas
Tertijak berbagai barulih bak sepia
Berjual, muran
Cendorang mato urang banyak
Dibawa pekat dibawah lanjaro.
5. Adapun undang-undang nan duo puluh salapan menjunjukkan kelakukan kejahatan,
enam membawa jalan induk enggang berketunggangan yakni menjunjuk tanda-tanda
biti, enam pembawa jalan cumo jani karinah yang dijatikan cino ialah yang
selapan yang menunjukkan kelakukan-kelakuan kejahantan.
UNDANG NAN SEMBILAN PUCUK:
1. Undang takluk kepado rajo
Yang takluk kepado rajo temba namonyo
2. Undang takluk kepado depati
Yang takluk kepado depati adat namonyo
3. Undang takluk kepado ulama
4. Undang takluk kepado pakaian
5. Undang takluk kepado permainan
6. Undang takluk kepado bunian
7. Undang takluk kepado keramaian
8. Undang takluk kepado hukum
9. Undang takluk kepado kebesaran alam.
PUKUL CANANG
Hep kayo nan diateh rumah gedang an sebuah diatas lantai nan sebintit bawah
atap nan selepah nan salingkong mendol tepi nan selarih mendol tengah. Kalaut
menesak dita, dita tarandam Muara Jambi, jangan kayo takejut jangan kayo
tagampo mananga canang ku berbunyi. Aku sepantun brung mau diimbau aku datang
diasung aku pergi datang menampakkan muko pergi nampak punggung aku sepantun
biduk pelayangan kua perencang buki parang panjang perancah tampab seligi buang
buangan.
Bukan cempedak cempedak sajo
Cempedak dalam padi
Bukan aku tegak tegak sajo
Disuruh beliau dan depati
Kereno buruk li baganti li
Buruk pua calipang tumbuh
Patah ratak ilang baganti
Buruk batang cendawan tumbuh
Karano ado pusako bilian depati yang tagulung ditiang tengah yang talipat
dialang balai. Sekarang hendak dibentangkan yang talipat hendak diurak siapo
kito yang tatukek tanduk tasurong baju pada hari ini Si Anu……………… Dia tidak
dilangkah naikan surut pada hari ini dilangkah naikan jugo pada hari naik
dengan adat dan pusao naik di atas kambing seekor beras dua puluh tidak bagela
duo tigo gela Depati ………………. Atau ninek mamak……………… saiyo kan duo tidak karjo
nan banyak.
Denga oleh kayo nan banyak parbaiyo nak labuh pasko nak rek lah bakalili hati
lah balek pipi lah gedang daraso diinyo ditidakkan, diambung diantakkan diimbau
digelakkan entak kecik karjo bertuang kecik entak gedang karjo berutan gedang,
kok kecik barutang kecik segan membayar kok gedang utang segan betimbang diateh
celah piagam bawah mangko karang setio karjo dimakan biso kami saiyo laduo
mendak karjo nan banyak.
Denga-denga kayo nan bagela:
Hukum nak dauh pasko nak rek
taraso gedang karaso lah baleh pipi
ko gedang hendak melando
kok panjang hendak malilit
tanduk runcing hendak disimbahkan
baju belang hendak diirengkan
Menyurukkan budi menuangkan akal
nan iyo ditidakan
nan terang dipakelamkan
nan kelam dipaterangkan
Tibo dimato dipicingkan
tibo diperut dikempiskan
tibo dipapan berantak
tibo diduri maninjek,
Maampeh bumbun merujak labing
menohok kawan seiring
menggunting dalam lipatan
tibo menghukum dengan mengengkan
tidak bulih melapehkan dendam dengan kasumat.
Kayo seperti kayu diateh tepat kaateh tidak bapucuk kabawah tidak baurat
ditengah-tengah digirik kumbang nan diateh ngutung nan dibawah ngadah nan
diateh celak piagam nan dibawah manukok karang setio dikutuk Qur’an tigo puluh
jus, kayo dimakan biso kawi seiyokan duo tidak kayo banyak.
Pepatah sudah mengatakan, kerbau gedang diateh kuto tali pijak bapijak. Urang
gedang merubah kato alamat negeri akan susah.
Hari selasa mulai kasawah
Hendak pergi marumput padi
Padi mudik dirumput dulu
Padi dile dirumput kudian
Pepatah lah samo kito denga
Lain di mulut lain di hati
Menapik kato guru
Itu isi negaka jahannam.
Makan sireh serto karakap
Tiriang patak talatak
Talatak diateh kuto
Kuto tuo julung basusuk
Mana lebih minta maaf+
Canang babunyi tempat nan banyak
Canang balik ka si pungko
Mintak izin aku duduk.
Hanya sekian, disudahi dengan Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
PARAGO-PARAGO
Singgo berganggang bumi dengan langit mako turun wajah nan duo. Satu waris dari
pado nabi, ke dua halipah dari pado rajo. Waris dari pado nano beliau malin
yang mengetahui bulan nan dua belas, tahun nan duo lapan, hari nan tuju mentiko
nan satu.
Khalipah dari pado rajo kayo depati nenek mamak yang memegang adat lamo pusako
usang. Mano ado kayo depati maajum maarah malarik mangaju mangilo mambentang
mengukum mengekam dalam negeri. Mana ajum kayo depati baumu, balaman,
berternak, bertani, beranak pinak barumah tanggo.
Tentang Si Anu …………… telah mengikuti ajum arah kayo depati, lah baumu lah
balaman. Tentang Si Anu ………………. Menegak rumah entah ado tahambik kayu disarang
panyengat, kayu bagesut kayu bagiso mintak kito pada Allah yang gagah mintak
tunduk yang bena nitak talu, yang sesak mintak lapang, yang hangat mintak
dingin. Kereno hamba bersipat kilaf Tuhan bersifat Kedim mintak tapasan aleh
tukang kayu sunsang, kayu taralih, kayu batimbang ujung pangkal. Tenang palambo
bagito pulo, entah payo lilit payo lingka, tanah lekung jerang kuali melibis
dinang hari, gabok ulu tulok, dipintak jugo kepado Allah nan bela mintak
ditulak, hangat mintak dingin. Pada hari ini jugo Si Anu…. Telah mengumpulkan
suku hindu, darah daging di atas palambo alam adat dunia pakai nabi adat bumbun
menyekaro, adat padang kepanasan, adat kito bategak rumah tulang batulung
petulangan suku hindu darah daging, tentang kain nan sagabung duo tenan uang
sepiah duo sirih baganggang, pinang nan batanduk, beras nan bagantang lah
talatak itam ateh nan putih, tentang Si Anu, badan nak sikat iman nak tetap,
baladang nak bulih meh, baumu nak bulih padi, tentang tukang bagitu pulo badan
nak sihat dalam mengerjokan rumah ini, entah ado lebih dengan kurang kawat
dengan talapan, lahir dengan batin salah pado hambo banyakan maaf. Salah pado
Tuhan banyakan taubat.
Nasi nan sesuap, gulai nan satangkai, air dan seteguk, sipangkalan bersedekah
kepado kito. Ateh dari pado itu kok ado mimpi nan tidak beh, kasih nan kurang,
jiko mimpi nan dak beh basamo kito layikan dengan ayat patehah. Jika mimpi yang
baik samo kot tampong dengan do’a selamat dan berkat saiyo itulah dapat tetap dengan
belang.
CABANG-CABANG PARAGO
Dalam bulan nan duo bleh empat yang kito muliakan:
Bulan Haji
Bulan Maulud Nabi
Bulan Rajab
Bulan Ramadan
UNTUK MANARIK LEK
Lek mandi kayak
Sunat rasul
Tabung tindek
Tamat kaji
Menerimo menantu
Kapan berniat ibu dengan bapok bersangi mamak dengan malangok, tibo dibanja
ayam bakukok, tiko di dusun tabuh babunyi ado niat mako ado sangi. Mano adat
tarik lah takapak, beras nan bagantang, sirih nan baganggang, pinang nan
batampuk. Jiko tidak nan sado itu, kok putus nan batali kok sekah nan badahan.
Kino ini sekar dikampoh woknyo libo, sekar di uleh woknyo panjang, jangan pulo
dikampuh libo cabik, diuleh panjang putus, ateh pulo dari pado itu yang menarik
dan yang keno tarik kalau ado lebih kurang.
UNTUK URANG KAWIN
Entak belalak entah kaladik.
Mati ditimpok sawo kaluli.
Batunok jugo pamutus kaji.
Tentang si Anu datang sasat dengan saso, tuek dengan nanyo, sirih dengan
serampan, jadi nampaknyo pucuk dicinto ulam tibo, awak katuju urang suko. Jadi
malam ini didudukkan suku dengan indu darah dengan daging. Karena kito bersuku
hidup bersuku mati bersuku. Jika si Anu pergi menyabung lah badita tali ayam
berkain tirai keliki, kito suku jugo yang bungkal nan bakatuk uncang nan
piawai. Jiko mati kito jugo mengantarkan ka tanah layu. Ini dia kawin kito
mengantakan kalapek lamin. Tentang perkawinan dio ini sekarang mintak salamat
kepada Allah mintak kambang mintak biak. Tiap sudut kawin talunggak, tiap alang
buai tagantung, giginyo belum nyiloh adiknyo lah ado pulo. Kalau ado lebih
kurang.
MAMULANGKAN LEK
Tentang si Anu dapat kato nan seluko unding dan sesuai hendak mendirikan rumah
karena orang duo laki isteri nak barelek. Tameh tatuek tempat nan rami tatanyo
tempat nan banyak. Mako dipanggil suku darah daging, lah kumpul seorang lah
kumbul barduo, lah kumpul baduo lah kumpul sagalo. Karena sepangkalan hendak
memulangkan lek dan hendak mamulangkan karjo, kepado kito suku indu darah
daging.
Bak kato pepatah mengatokannya
kecil limbek gedang limbek
lapan jugo misainyo.
Kecik lek gedang
lek beralek jugo namonyo.
Jiko nan tidak samo kito cari,
nan jauh samo kito jemput.
Jiko ringan samo dijinjing,
jikok nan berat samo kito pikul.
Jiko nan ado samo kito makan
Ateh dari pada itu kareno Tuhan bersifat kadim, hambo bersifat kilaf ragu
kareno dek banyak, lupo kareno dek lamo, entah ado suku nan tidak dipanggil.
Tentang sepangkalan kok rapat mau menyembah kok kupur mau tubat kok salah mau
jugo barutang. Jangan jugo sekah nan badahan putus nan batali kareno kayo entah
ado nan tidak terpanggil. Kalau lebih dengan kurang.
LEPEH CEMEH
Cemeh-cemeh bumu di tepi ayiek, arap-arap padi menjadi, cemeh-cemeh ayik
pendalam. Cemeh itu ado tigo pakaro: Satu cemeh anak jantan pergi perang. Kaduo
cemeh anak batino sakit pinggang. Katigo cemeh batagak rumah. Anak jantan lah
pulang dari perang. Anak batino lah melahirkan anak, batagak rumah kayu tidak
rusak tidak binaso mintak tarimo kasih kito kepado Allah sebanyak-banyaknyo.
Kalau ado lebih kurang.
ASAL-USUL
SILSILAH
Alam Lekuk 50 Tumbi Lempur
Ini keterangan asal usul nenek moyang yang berasal dari Gunung Ledang Malaysia,
yang bernamo SALUTAN SANG PATI LAUT TAWAR dengan isterinya PUTI SANG BARMO,
mempunyai seorang anak laki-laki yang bergelar Si Raja Elok. Sang Pati Laut
Tawar dan anaknya Si Rajo Elok berniat untuk mengunjungi daerah asal nenek
mereka di tanah Melayu. Untuk mendapatkan izin perjalanan mereka berlayar ke
tanah Jawa dengan tujuan untuk meminta izin pada Raja Mataram, yang kala itu
diperintah oleh Sultan Indra Bangsawan.
Sesampainya disana, raja Mataram dalam keadaan berduka cita karena meninggalnya
putra mahkota kerajaan. Sewaktu diizinkan untuk menemui Sultan Indra Bangsawan,
Sultan sangat terkejut karena Si Rajo Elok yang menghadapi bersama kedua orang
tuanya itu mirip sekali dengan purta mahkota yang sudah meninggal. Oleh Sultan
Indra Bangsawan keluarga yang menghadapi dari Gunung Ledang tersebut diminta
untuk menetap untuk beberapa lama dalam lingkungan kerajaan sebagai pelipur
lara sang Sultan. Si Rajo Elok diangkat sebagai anak oleh Sultan Mataram,
diberi gelar Sultan Indra Bangsawan Syah. Semasa di Mataram si Rajo Elok ikut
membantu orang tua angkatnya mengatur pemerintahan di Kesultanan Mataram.
Setelah beberapa lama tinggal di dalam lingkungan kerajaan, mereka meminta izin
untuk dapat berangkat ke tanah Malayu. Akhirnya Sultan Mataram memberikan
mereka Surat Pas jalan untuk menemui raja Melayu yang waktu itu adalah
Adityawarman. (Surat Pas Jalan si Raja Elok – Sultan Indra Bangsawan Syah –
Sigindo Sakti atau Ninek Muning panggilan orang Lempur, oleh masyarakat
tersebut masih disimpan oleh masyarakat adat Lekuk 50 Tumbi Lempur sampai
sekarang).
Mereka berlayar melalui laut sebelah barat pulau Sumatera, terus menuju ke
pusat kerajaan Malayu di Pagarruyung untuk menemui raja Adityawarman. Setelah
memperlihatkan Surat Pas Jalan, dan diketahui maksud dan tujuan kedatangan
mereka di tanah Melayu, maka Adityawarman pun mengizinkan mereka untuk
menelusuri pulau Perca (Sumatera), mereka berjalan menuju bagian Kuala
Muko-Muko. Sesampainya di Kuala Muko-Muko mereka meneruskan perjalanan menuju
Kualo Manjuto, terus ke Teras Terunjam. Di Teras Terunjam Sang Pati Laut Tawar
kawin dengan salah seorang gadis di desa tersebut dan tinggal disana (…..tidak
ada keterangan lebih lanjut……?). Sultan Indera Bangsawan Syah meneruskan
perjalanan menyusuri Sungai Manjuto sampai di daerah kaki Gunung Kunyit (pada
masa sekarang daerah tersebut termasuk desa Lempur). Menurut legenda berada di
desa Dewa Rajo dan kawin dengan Mandari Mansis.
Di desa tersebut bekuasa Nabi Yallah dan isterinya Ramiyallah, mempunyai anak 7
(tujuh) orang:
1.
Ketit Hindar Jati turun ke Hiang.
2. Ketit Hindar Bayang turun ke laut Bayang Terus.
3. Ketit Hindar Bungo terus ke bukit Tungkat – Jangkat Sungai Tenang.
4. Ketit Malu tinggal di Gunung
5. Nek Rabiah Banuang turun ke Lunang.
6. Puti Salutan Tali mirat ke laut terus ke Jawa Mataram
7. Nek Mandari Mansis kawin dengan Sultan Indera Bangsawan Syah(Sagindo Sakti)
Sagindo Sakti dan Mandari Mansis mempunyai anak 2 (dua) orang: 1. Mambang
Tunggal mirat ke Gunung Bungkuk – Bangka Hulu, dan 2. Mandari Kuning.
Sepenginggal istrinya Mandari Mansis, Sagindo Sakti meneruskan perjalanannya
menyuri ulu Sungai Lolo dan sampai di renah padang Lolo Bancah. Disana beliau
bertemu dengan Mangku Gunung Rayo. Pemangku Gunung Rayo bertanya kepada Sagindo
Sakti mau kemano tujuan beliau, Sagindo Sakti menjawab bahwa beliau akan menuju
Bukit Kerman. Terjadi perselisihan antara ke dua orang tersebut sehingga terjadi
perkalahian dari Ulu Air Lolo sampai ke Teluk Dalam. Karena sengitnya
pertempuran tersebut menyebabkan padang lolo bancah tersebut bertumbangan rata
dengan tanah, ini adalah asal-usul daerah tersebut disebut Desa Lolo. Sesudah
letih bertempur tidak ada yang kalah-menang, maka suatu ketika berkata Pemangku
Gunung Rayo barang siapo diantaro kito yang sampai duluan ke Bukit Kerman
kerumah Tuan Daro (itulah orang yang mempunyai tanah ulayat in dan berhak untuk
kawin dengan anaknyo Puti Naimeh Bulan atau Puti Rabiah Bulan).
Sagindo Sakti menerima tantangan tersebut, Pemangku Gn. Rayo berlalu
mengiliekan Air Lolo lebih dahulu, sedangkan Sagindo Sakti masih tinggal di
Teluk Dalam sampai hilang dari penglihatan Pemangku Gn. Rayo. Sagindo Sakti pun
berlalu dari Teluk Dalam menuju ke Bukit Kerman ke rumah Tuan Daro. Sesampainya
di sana, telah makan sirih sekapur telah habis rokok sebatang barulah tibo
Pemangku Gn. Rayo dan berkato Saindo Sakti apo lambat nian tibo, dan karena
kalah menurut perjanjian diantara mereka berdua, maka Pemangku Gn. Rayo berkata
tentang tanah ini duai dapat menjadi rajonyo sayo menjadi pemerekannyo.
Tuan Daro mempunyai suami bernamo Tuan Syeh Maradun Junjung mempunyai 3 (tigo)
orang saudaro:
1. Tuan Majid menetap di Pulau Sangkar
2. Tuan Syukur menetap di Air Berduri
3. Tuan Daro menetap di Bukit Kerman.
Tuan Daro dan Tuan Syeh Maradun Junjung mempunyai anak bernamo Puti Naimeh
Bulan (Puti Rabiah Bulan) kawin dengan Sagindo Sakti, mereka mempunyai seorang
anak laki-laki bernamo Rio Tigo Bangso (inilah asal-usul orang Lolo). Puti
Naimeh Bulan meninggal dunia dalam umur yang relatif muda.
Sagindo Sakti meneruskan perjalanannya ke daerah Tamiai, Tanjung Muaro Sakiau.
Daerah Tanjung Muaro Sakiau adalah dibawah kekuasaan Sagindo Bauk bergelar jugo
Depati Muaro Langkap yang mempunyai 3 (tigo) orang anak:
1. Nai Meh Alun kawin dengan Raden Serdang dengan panggilan Tiang Bungkuk Panduko Rajo (berasal dari Jawa
Mataram).
2. Nai Meh Kupak kawin dengan Sagindo Sakti.
3. Puti Sanantan Bungo kawin dengan Syeh Marudun di Muaro Talang.
Pada suatu hari mako duduk basamo se isi rumah itu, mako Depati Muaro Langkap
menerangkan mimpi beliau sebagai kias kepada menantu nan batigo orang itu. Apo
mimpinyo, yaitu melihat matahari bajajar tigo. Pada saat itu tapikir oleh
menantunya nan batigo itu, ini adalah kias bahwa ke tigo menantu beliau
sama-sama gagah dan kuat. Maka mereka bersepakat untuk berpisah mencari daerah
masing-masing. Sagindo Sakti dengan Naimeh Kupak terus menuju ulu sungai ke
Dusun Ujung Tanjung Muara Sakiau, Syeh Marudun Muaro Talang dengan Puti
Sanantan Bungo terus berjalan menuju Sungai Ipuh ke dusun Sungai Muaro Gading.
Sedangkan Tiang Bungkuk Pandika Rajo dengan Puti Nai Meh Alun menetap di Tamiai
(Dusun Tanjung Muaro Sakiau).
Sagindo Sakti dan Naimeh Kupak mempunyai anak 2 (duo) orang (asal-usul nenek
orang Lempur):
Sitegis, gelar Rio Jibut Pendek kaki (laki-laki)
Sitatam (perempuan)
Dalam pada itu, Sagindo Batinting di Jerangkang Tinggi (Pulau Sangkar)
mendengar bahwa Sagindo Sakti tinggal di daerah yang berada dalam kekuasaan
beliau. Maka disampaikan pesan dari Pulau Sangkar bahwa Sagindo Sakti tidak
boleh menunggu sebagian Ulu Lingkat sebab disitu adalah tanah Rio dan tanah
Menti. Oleh sebab itu Sagindo Sakti diberi tigo pilihan, partamo balik ke Pulau
Sangkar, kaduo balik ke Serampas dan katigo balik ka Tamiai. Tidak boleh
tinggal disitu sebab tanah padat sendi kerajaan yaitu tanah depati orangnyo
depati. Sedangkan Sagindo Sakti masih tetap tinggal di Dusun Tanjung Muara
Sakiau jugo, mako datang perintah dari Sagindo Batinting kepado Sagindo Sakti
mintak seundang puntung dan selepit daun untuk dibawah ke Pulau Sangkar karena
di Pulau Sangkar akan ado perhelatan besar.
Sagindo Sakti terus ke Talang Sembilan mako dicabutnya pungo telat tigo batang
dahannyo dan batangnya diikat terus dipikul. Setibo di Pulau Sangkar
disandarnyo kayu tersebut di balai mako tagireng balai itu. Maka turun Sagindo
Batinting dari rumahnyo dan dipatah-patahkannyo kayu tersebut degan tangan dan
lututnyo dan berkato begini seharusnyo mengambil puntung duai.
Dapat pulo parintah kapado Sagindo Sakti untuk mengambil daun mako terus
Sagindo Sakti ke Maruang Tigo Bane diambilnyo daun lirik segenggam kanan
segenggam kiri di bawa ke Pulau Sangkar terus ke balai dan beliau minta kepado
orang nan banyak untuk keluar dari balai agar tidak tatimpo daun yang hendak
diletakan beliau, tetapi orang dalam balai tidak mengacuhkannyo dan seolah-olah
mencemoohkan beliau apo pulo nyuroh kami keluar daun yang dibawah hanyo
segenggam kanan dan segenggam kiri. Sagindo Sakti melepaskan darun-daun
tersebut dari tangannyo ke dalam balai tersebut sehinggo penuh balai tersebut
sampai ke atapnyo tabubung dindingnyo tabukak sehinggo banyak orang yang rusoh
dan yang mati ditimpo dan diimpit perkakas balai.
Lek labuh karjo usai di Pulau Sangkar mako Sagindo Sakti minta diri dan balik
ke Dusun Ujung Tanjung Muaro Sakiau. Sedangkan sepeninggal beliau, Sagindo
Batinting yang tinggal di Pulau Sangkar tidak bersenang hati dan Sagindo Sakti
yang meninggalkan Pulau Sangkat juga dengan hati yang tidak senang.
Se sampai di Dusun Ujung Tanjung Muaro Sakiau terus kerumah beliau. Suatu saat
Sagindo Sakti mengajak sahabat beliau saudaranyo (dewa di gunung desa di Muara
Air segelembai tunggal sigelambai rajo di ulu air, jin seribu jalan di atas,
jin seribu jalan bawah, tagguli di pusat guni jin besar di pusat laut, jin
kumbang berantai besi nan tegai dari guni segut ke langit) semua terus datang
memenuhi seruan bakerjo menebat Batang Air Lingkat maka tetebatlah Air Lingkat
hinggo tidak mengilir lagi lebih dan kurang satu tahun.
Suatu saat berpesan Sagindo Sakti ke Pulau Sangkar bahwa tebat akan tabukak dan
air besar akan mengalir ke Pulau Sangkar sehinggo orang nan banyak terus
melarikan diri tinggal Sagindo Batinting dalam dusun sahinggo dibunyikan orang
gung dan redap, surak dan surai telah putus dusun Pulau Sangkar hampir cair,
mako turun sahabat dari bukit Malagan Sawo Tuli malingkung Pulau Sangkar maka
selamat dusun Pulau Sangkar. Sesudah itu Sagindo Batinting kile ke Jambi tibo
di Jambi menjadi Rajo Jambi dengan gelar Pangeran Tamanggung kebun di bukit
bertempat di Talang Jauh.
Sagindo Sakti balik bertempat tinggal di dusun Payo Padang Buku basamo dengan
anaknyo nan baduo. Rio Jibut Pendek Kaki mempunyai anak Rio Depati Gedang Gigi,
anaknyo Rio Panjang Rambut. Anak dari Rio Panjang Rambut adalah Rio Panjang
Janggut, anak Rio Panjang Janggut adalah Rio Gedang Dita. Rio Gedang Dita
mempunyai anak dua orang Sirimbang Glr. Rio Depati dan Sigitan Glr. Rio Kecik.
*** (MHD. ZAID)